ﻪﺘ ﺎﮐﺮﺒﻮ ﷲ ﺔﻤﺤﺮﻮ ﻢﻜﻴﻟﻋ ﻢﻼﺴﻟﺍ

Selamat Datang di http://nasutions.blogspot.com/
Blog ini hanyalah bersifat pribadi dan dibuat juga sekedar iseng sambil belajar, jadi sangatlah wajar jika isinya hanya sebatas ilmu penulis yang sangat sedikit. Semua ini hanya mengisi waktu luang disamping kesibukan bekerja dan dorongan kewajiban untuk berda'wah meski hanya satu ayat, mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca dan penulisnya, Amin ya Arhamarrohimin.
"Saran serta kritik membangun sangat kami harapkan dari pengunjung".
Hak Cipta Sepenuhnya milik Allah SWT, Wassalam.

Minggu, Desember 14, 2008

Pasal Pada Menerangkan Tentang Taubat

Adalah anak-anak Adam itu selalu dikelilingi oleh Dosa, diam ada dosanya, bergerak ada dosanya, sendiri ada dosa, beramai-ramai juga ada dosanya. Maka sebaik-baik manusia adalah orang selalu bertaubat akan dosa-dosa yang dia kerjakan. Dalam bahasa yang lain, jika kita terlanjurn terlibat dalam dosa, maka segeralah bertaubat sebagaimana rasulullah SAW bersabda : Segeralah Sholat sebelum habis waktu dan segeralah bertaubat sebelum Mati. Juga Rasulullah SAW bersabda : "Ada tiga hal yang tidak boleh di tunda, yang pertama Menikahkan Anak, Menyelenggarakan Jenazah dan Yang Ketiga adalah Bertaubat.
Dan Karena Kematian yang pasti akan datang menjemput kita sekalian adalah Rahasia Allah SWT, maka tidak ada seorangpun yang tahu akan datangnya kematian itu.
Rukun Taubat Ada 3 (tiga Perkara) :
- Meninggalkan dosa yang dikerjakan dengan Ikhtiar
- Menyesali perbuatan yang dikerjakan
- Tidak kembali lagi dia kepada dosanya sekali-kali (Putus) dan dibarengi dengan Lillahi Ta'ala.
Semisal meninggalkan Sholat, maka sejak kita bertaubat itu senantiasalah mengerjakan sholat dan Qodholah semua sholat yang ditinggalkan

Rabu, Desember 10, 2008

Resep Hidup Bahagia

Kiriman Shohib : Eddi
E-Mail : edirhn@jkt.newship.co.id

Seandainya kita bertanya kepada orang-orang di sekeliling kita dari berbagai agama, bangsa, profesi dan status sosial tentang cita-cita mereka hidup di dunia ini tentu jawaban mereka sama “kami ingin bahagia”. Bahagia adalah keinginan dan cita-cita semua orang. Orang mukmin ingin bahagia demikian juga orang kafir pun ingin bahagia. Orang yang berprofesi sebagai pencuri pun ingin bahagia dengan profesinya. Melalui kegiatan menjual diri, seorang pelacur pun ingin bahagia. Meskipun semua orang ingin bahagia, mayoritas manusia tidak mengetahui bahagia yang sebenarnya dan tidak mengetahui cara untuk meraihnya. Meskipun ada sebagian orang merasa gembira dan suka cita saat hidup di dunia akan tetapi kecemasan, kegalauan dan penyesalan itu merusak suka ria yang dirasakan. Sehingga sebagian orang selalu merasakan kekhawatiran mengenai masa depan mereka. Terlebih lagi ketakutan terhadap kematian.
Allah berfirman dalam surat Al Jumu’ah ayat 8:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al Jumu’ah: 8)
Banyak orang yang beranggapan bahwasanya orang-orang barat adalah orang-orang yang hebat. Mereka beranggapan bahwasanya orang-orang barat hidup penuh dengan kebahagiaan, ketenteraman dan ketenangan. Tetapi fakta berbicara lain, realita di lapangan menunjukkan bahwa secara umum orang-orang barat itu hidup penuh dengan penderitaan. Hal ini dikuatkan dengan berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh orang-orang barat sendiri tentang kasus pembunuhan, bunuh diri dan berbagai tindakan kejahatan yang lainnya, namun ada sekelompok manusia yang memahami hakikat kebahagiaan bahkan mereka sudah menempuh jalan untuk mencapainya. Merekalah orang-orang yang beriman kepada Allah. Mereka memandang kebahagiaan itu terdapat dalam sikap taat kepada Allah dan mendapat ridho-Nya, menjalankan perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Boleh jadi di antara mereka yang tidak memiliki kebutuhan pokoknya setiap harinya, akan tetapi dia adalah seorang yang benar-benar bahagia dan bergembira bagaikan pemilik dunia dan segala isinya.
Allah berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya iti dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)
Jika mayoritas manusia kebingungan mengenai jalan yang harus ditempuh menuju bahagia maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mukmin. Bagi seorang mukmin jalan kebahagiaan sudah terpampang jelas di hadapannya. Cita-cita agar mendapatkan kebahagiaan terbesar mendorongnya untuk menghadapi beragam kesulitan.
Terdapat berbagai keterangan dari wahyu Alloh sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwasanya dirinya sudah berada di atas jalan yang benar dan tepat Allah berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’aam: 153)
Jika di antara kita yang bertanya bagaimanakah yang dirasakan bagi orang-orang yang bahagia dan orang-orang yang celaka maka Allah sudah memberikan jawaban dengan firman-Nya:
فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّمَاشَآءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَاشَآءَ رَبُّكَ عَطَآءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS. Hud: 106-108)
Jika di antara kita yang bertanya-tanya bagaimanakah cara untuk menjadi orang yang berbahagia, maka Alloh sudah memberikan jawabannya dengan firman-Nya,
ٌّفَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَيَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thoha: 123-124)
Dan juga dalam firman-Nya,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Kebahagiaan seorang mukmin semakin bertambah ketika dia semakin dekat dengan Tuhannya, semakin ikhlas dan mengikuti petunjuk-Nya. Kebahagiaan seorang mukmin semakin berkurang jika hal-hal di atas makin berkurang dari dirinya.
Seorang mukmin sejati itu selalu merasakan ketenangan hati dan kenyamanan jiwa. Dia menyadari bahwasanya dia memiliki Tuhan yang mengatur segala sesuatu dengan kehendak-Nya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh menakjubkan keadaan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Demikian itu tidak pernah terjadi kecuali untuk orang-orang yang beriman. Jika dia mendapatkan kesenangan maka dia akan bersyukur dan hal tersebut merupakan kebaikan untuknya. Namun jika dia merasakan kesusahan maka dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan untuk dirinya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Inilah yang merupakan puncak dari kebahagiaan. Kebahagiaan adalah suatu hal yang abstrak, tidak bisa dilihat dengan mata, tidak bisa diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak bisa dibeli dengan rupiah maupun dolar. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh seorang manusia dalam dirinya. Hati yang tenang, dada yang lapang dan jiwa yang tidak dirundung malang, itulah kebahagiaan. Bahagia itu muncul dari dalam diri seseorang dan tidak bisa didatangkan dari luar.
Tanda Kebahagiaan
Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu ada 3 hal. 3 hal tersebut adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat. Seorang hamba sama sekali tidak pernah bisa terlepas dari 3 hal tersebut:
1. Syukur ketika mendapatkan nikmat.
Seorang manusia selalu berada dalam nikmat-nikmat Allah. Meskipun demikian, ternyata hanya orang berimanlah yang menyadari adanya nikmat-nikmat tersebut dan merasa bahagia dengannya. Karena hanya merekalah yang mensyukuri nikmat, mengakui adanya nikmat dan menyanjung Zat yang menganugerahkannya. Syukur dibangun di atas 5 prinsip pokok:
Ketundukan orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat.
Rasa cinta terhadap yang memberi nikmat.
Mengakui adanya nikmat yang diberikan.
Memuji orang yang memberi nikmat karena nikmat yang dia berikan.
Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak disukai oleh yang memberi nikmat.
Siapa saja yang menjalankan lima prinsip di atas akan merasakan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika lima prinsip di atas tidak dilaksanakan dengan sempurna maka akan menyebabkan kesengsaraan selamanya.
2. Sabar ketika mendapat cobaan.
Dalam hidup ini di samping ada nikmat yang harus disyukuri, juga ada berbagai ujian dari Allah dan kita wajib bersabar ketika menghadapinya. Ada tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa disebut orang yang benar-benar bersabar.
Menahan hati untuk tidak merasa marah terhadap ketentuan Allah.
Menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk.
Menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di benarkan ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.
Inilah tiga rukun kesabaran, jika kita mampu melaksanakannya dengan benar maka cobaan akan berubah menjadi sebuah kenikmatan.
3. Bertaubat ketika melakukan kesalahan.
Jika Allah menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Allah akan memberikan taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan-Nya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, ada seorang ulama salaf mengatakan: “Ada seorang yang berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada juga orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka.” Banyak orang bertanya kepada beliau, bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?, lantas beliau menjelaskan: “Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa tersebut selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan malu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan dosa-dosa tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai bentuk ketaatan, Karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba. Sebaliknya ada juga yang berbuat kebaikan, akan tetapi kebaikan ini selalu dia sebut-sebut di hadapan Allah. Orang tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri disebabkan kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan ’saya sudah berbuat demikian dan demikian’. Ternyata kebaikan yang dia kerjakan menyebabkan timbulnya ‘ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang lain. Hal-hal ini merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba. Jika Allah masih menginginkan kebaikan orang tersebut, maka Allah akan memberikan cobaan kepada orang tersebut untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya. Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka Allah biarkan orang tersebut terus menerus pada kesombongan dan ‘ujub. Jika ini terjadi, maka kehancuran sudah berada di hadapan mata.”
Al Hasan al-Bashri mengatakan, “Carilah kenikmatan dan kebahagiaan dalam tiga hal, dalam sholat, berzikir dan membaca Al Quran, jika kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak kalian dapatkan dalam tiga hal itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah tertutup bagimu.”
Malik bin Dinar mengatakan, “Tidak ada kelezatan selezat mengingat Allah.”
Ada ulama salaf yang mengatakan, “Pada malam hari orang-orang gemar sholat malam itu merasakan kelezatan yang lebih daripada kelezatan yang dirasakan oleh orang yang bergelimang dalam hal yang sia-sia. Seandainya bukan karena adanya waktu malam tentu aku tidak ingin hidup lebih lama di dunia ini.”
Ulama’ salaf yang lain mengatakan, “Aku berusaha memaksa diriku untuk bisa sholat malam selama setahun lamanya dan aku bisa melihat usahaku ini yaitu mudah bangun malam selama 20 tahun lamanya.”
Ulama salaf yang lain mengatakan, “Sejak 40 tahun lamanya aku merasakan tidak ada yang mengganggu perasaanku melainkan berakhirnya waktu malam dengan terbitnya fajar.”
Ibrahim bin Adham mengatakan, “Seandainya para raja dan para pangeran mengetahui bagaimana kebahagiaan dan kenikmatan tentu mereka akan berusaha merebutnya dari kami dengan memukuli kami dengan pedang.” Ada ulama salaf yang lain mengatakan, “Pada suatu waktu pernah terlintas dalam hatiku, sesungguhnya jika penghuni surga semisal yang kurasakan saat ini tentu mereka dalam kehidupan yang menyenangkan.”
Imam Ibnul Qoyyim bercerita bahwa, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: ‘Sesungguhnya dalam dunia ini ada surga. Barang siapa belum pernah memasukinya maka dia tidak akan memasuki surga diakhirat kelak.’” Wallahu a’laam.

Sabtu, November 01, 2008

Kiriman dari Shohib : "Eddi"
Pada masa sekarang ini, di mana banyak diantara kaum muslimin yang sudah sangat menyepelekan masalah aqidah shahihah yang merupakan masalah paling pokok dalam agama ini, maka akan kita dapati dua jawaban yang batil dan kufur dari pertanyaan “Dimana Alloh?”. Yang pertama mereka yang mengatakan bahwasanya Alloh ada dalam diri setiap kita? Dan kedua yaitu yang mengatakan Alloh ada di mana-mana atau di segala tempat?
Seorang Budak Pun Tahu Dimana Alloh
Ketahuilah wahai Saudaraku, pertanyaan “Dimana Alloh?” adalah pertanyaan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada seorang budak perempuan kepunyaan Mu’awiyah bin Hakam As Sulamiy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya. “Beliau bertanya kepada budak perempuan itu, ‘Dimanakah Alloh?’ Jawab budak perempuan, ‘Di atas langit’ Beliau bertanya lagi, Siapakah aku? Jawab budak perempuan, ‘Engkau adalah Rosululloh’, Beliau bersabda, ‘Merdekakan dia! Karena sesungguhnya dia seorang mu’minah (perempuan yang beriman)’.” (HR. Muslim dan lainnya)
Maka perhatikanlah dengan seksama masyarakat tersebut, yang mana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berjihad bersama mereka, aqidah mereka sempurna (merata) hingga pada para penggembala kambing sekalipun, yang mana perjumpaan (pergaulan) mereka dengan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam sangat sedikit, seperti penggembala kambing ini. Kemudian bandingkanlah dengan realita kaum muslimin sekarang ini, niscaya akan kita dapatkan perbedaan yang sangat jauh.
Keyakinan di mana Alloh termasuk masalah besar yang berkaitan dengan sifat-sifat-Nya yaitu penetapan sifat Al-’Uluw (sifat ketinggian Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwa Dia di atas seluruh mahluk), ketinggian yang mutlak dari segala sisi dan penetapan Istiwa’ (bersemayam)-Nya di atas Al-’Arsy, berpisah dan tidak menyatu dengan makhluk-Nya sebagaimana yang diyakini oleh kaum Wihdatul Wujud, yang telah dikafirkan oleh para ulama kita yang dahulu dan sekarang. Dan dalil-dalil yang menunjukkan penetapan sifat ini sangatlah banyak, sangat lengkap dan jelas, baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijma’, akal dan fitrah sehingga para ulama menganggapnya sebagai perkara yang bisa diketahui secara mudah oleh setiap orang dalam agama yang agung ini.
Dalil-Dalil Al Qur’an
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “(Robb) Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (Thoha: 5). Dan pada enam tempat dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, “Kemudian Dia Istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy.” (Al-A’raf: 54). ‘Arsy adalah makhluk Alloh yang paling tinggi berada di atas tujuh langit dan sangat besar sekali sebagaimana diterangkan Ibnu Abbas, “Dan ‘Arsy tidak seorang pun dapat mengukur berapa besarnya.” (Dikeluarkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, sanadnya Shahih). Ayat ini jelas sekali menunjukkan ketinggian dan keberadaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala di atas langit serta menutup jalan untuk meniadakan atau menghilangkan sifat ketinggian-Nya atau mentakwilkannya. Para ulama Ahlus Sunnah pun sepakat bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala ber-istiwa’ di atas ‘Arsy-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya tanpa mempertanyakan bagaimana cara/kaifiyat istiwa’-Nya. Dan perlu diketahui bahwa penetapan sifat ini sama dengan penetapan seluruh sifat Alloh yang lainnya, yaitu harus berjalan di atas dasar penetapan sifat Alloh sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya tanpa ada penyerupaan sedikitpun dengan makhluk-Nya.
Dalil-Dalil As Sunnah
Adapun dalil-dalil dari As-Sunnah juga sangat banyak, di antaranya adalah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Tidakkah kalian percaya padaku sedangkan aku adalah kepercayaan Yang berada di atas langit. Datang kepadaku wahyu dari langit di waktu pagi dan petang.” (HR. Bukhori-Muslim). Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Rahman, sayangilah siapa saja yang ada di bumi niscaya kalian akan disayangi oleh Yang berada di atas langit.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Imam Al-Albani). Begitu pula dengan hadits pertanyaan Rosululloh kepada budak perempuan yang telah disebutkan di atas. Imam Adz-Dzahabi berkata setelah membawakan hadits budak perempuan di atas, “Demikianlah pendapat kami bahwa setiap orang yang ditanyakan di manakah Alloh, dia segera menjawab dengan fitrahnya, ‘Alloh di atas langit!’ Dan di dalam hadits ini ada dua perkara yang penting; Pertama disyariatkannya pertanyaan, ‘Dimana Alloh?’ Kedua, disyariatkannya jawaban yang ditanya, ‘Di atas langit’. Maka siapa yang mengingkari kedua perkara ini maka sesungguhnya dia mengingkari Al-Musthofa shollallohu ‘alaihi wa sallam“. (Mukhtashor Al-’Uluw)
Akan tetapi realita kaum muslimin sekarang amat sangat memprihatinkan. Pertanyaan ini justeru telah menjadi sesuatu yang ditertawakan dan jarang dipertanyakan oleh sebagian jama’ah-jama’ah dakwah di zaman ini? Ataukah justru pertanyaan ini telah menjadi bahan olok-olokan semata? Ataukah kaum muslimin sekarang ini telah memahami pentingnya berhukum dengan hukum yang diturunkan Alloh, meskipun mereka menyia-nyiakan hak Alloh? Maka kapankah Alloh akan mengizinkan untuk melepaskan, membebaskan dan memerdekakan kita dari orang-orang kafir yang menghinakan dan merendahkan kita sebagaimana telah dibebaskannya seorang wanita dari hinanya perbudakan setelah ia mengenal dimana Alloh?
Konsekuensi Jawaban yang Keliru
Alangkah batilnya orang yang yang mengatakan bahwasanya Alloh berada di setiap tempat atau Alloh berada di mana-mana karena konsekuensinya menetapkan keberadaan Alloh di jalan-jalan, di pasar bahkan di tempat-tempat kotor dan berada di bawah makhluk-Nya. Kita katakan kepada mereka, “Maha Suci Alloh dari apa-apa yang mereka sifatkan.” (Al-Mu’minun: 91). Dan sama halnya juga dengan orang yang mengatakan bahwasanya Alloh ada dalam setiap diri kita (??) karena konsekuensinya Alloh itu banyak, sebanyak bilangan makhluk? Maka aqidah seperti ini lebih kufur daripada aqidahnya kaum Nashrani yang mengakui adanya tiga tuhan (trinitas). Lebih-lebih lagi mereka yang mengatakan bahwa Alloh tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan, tidak di kiri, tidak di depan, tidak di belakang karena hal ini berarti Alloh itu tidak ada (??) maka selama ini siapa Tuhan yang mereka sembah? Adapun orang yang “diam” dengan mengatakan, “Kami tidak tahu Dzat Alloh di atas ‘Arsy atau di bumi” mereka ini adalah orang-orang yang memelihara kebodohan. Karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mensifatkan diri-Nya dengan sifat-sifat yang salah satunya adalah bahwa ia istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy-Nya supaya kita mengetahui dan menetapkannya. Oleh karena itu “diam” darinya dengan ucapan “Kami tidak tahu” nyata-nyata telah berpaling dari maksud Alloh. Pantaslah jika Imam Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berfaham demikian, tentunya setelah ditegakkan hujjah atas mereka.
Dalil Fitrah
Sebenarnya tanpa adanya dalil naqli tentang keberadaan Alloh di atas, fitrah kita sudah menunjukkan hal tersebut. Lihatlah jika manusia berdo’a khususnya apabila sedang tertimpa musibah, mereka menengadahkan wajah dan tangan ke langit sementara gerakan mata mereka ke atas mengikuti isyarat hatinya yang juga mengarah ke atas. Maka siapakah yang mengingkari fitrah ini kecuali mereka yang telah rusak fitrahnya? Bahkan seorang artis pun ketika ditanya tentang kapan dia mau menikah maka dia menjawab, “Kita serahkan pada Yang di atas!” Maka mengapa kita tidak menjawab pertanyaan “Dimana Alloh?” dengan fitrah kita? Dengan memperhatikan kenyataan ini, lalu mengapa kita lebih sibuk menyatukan suara kaum muslimin di kotak-kotak pemilihan umum sementara hati-hati mereka tidak disatukan di atas aqidah yang shahih? Bukankah persatuan jasmani tidak akan terwujud bilamana ikatan hati bercerai-berai? Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kamu mengira mereka itu bersatu, padahal hati-hati mereka berpecah-belah.” (Al-Hasyr: 14). Hanya kepada Alloh-lah kita memohon perlindungan.

Jumat, Oktober 10, 2008

Bagi Yang Masih Memiliki Hati Nurani

Kiriman dari Sohib : "eddie"
Pembaca yang budiman, sesungguhnya apabila kita cermati perkembangan kondisi masyarakat negeri ini di era globalisasi sekarang, perasaan prihatin dan iba tentu seolah tak kunjung henti menghinggapi hati. Kemajuan teknologi yang pada mulanya merupakan kenikmatan yang Allah berikan kepada umat manusia, kini telah berubah menjadi bumerang dan senjata penghancur moral generasi. Musibah ini semakin bertambah parah dan menjadi-jadi tatkala perusakan moral ini telah dibungkus dengan kedok seni dan kebebasan berkreasi.Tengoklah beberapa tahun yang silam sebelum menjamurnya VCD dan perluasan jaringan internet ke berbagai lini. Saat itu kita mungkin masih menemukan segerombolan pemuda ingusan yang begitu doyan membaca tabloid yang menampilkan gambar-gambar tak sopan. Namun, saat ini fenomena semacam itu mulai jarang kita temui. Bukan karena hobi maksiat dan kesukaan mengumbar nafsu telah hilang, namun hobi itu kini telah menemukan sarana baru yang lebih mengerikan dan lebih mengikis keimanan. VCD dan tontonan-tontonan tak sopan telah tersaji di tempat-tempat umum. Begitu pula televisi, pada hari ini mayoritas tayangan televisi telah menjadi ramuan racun yang siap membunuh hati nurani penontonnya secara perlahan dan mematikan.
Perintah Menundukkan Pandangan
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada lelaki yang beriman agar menundukkan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan-kemaluan mereka. Itulah yang lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa pun yang kalian kerjakan. Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman agar menundukkan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan-kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak darinya, hendaknya mereka juga menutupkan kain kerudung mereka di atas dada-dadamereka…” (QS. An-Nuur: 30-31)
Ayat yang mulia ini menunjukkan perintah Allah kepada para lelaki dan perempuan yang beriman agar menundukkan pandangan dari lawan jenis yang bukan mahramnya. Kalaupun melihatnya secara tidak sengaja maka hendaknya segera memalingkan pandangannya. Jarir bin Abdullah Al-Bajali pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan tiba-tiba/tak sengaja, “Maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandangan mataku.” (HR. Muslim)
Menundukkan pandangan merupakan salah satu adab bagi orang yang berada di tepi jalan. Dari Abu Sa’id, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah duduk-duduk di pinggir jalan!” Mereka (para sahabat) mengatakan, “Wahai Rasulullah, kami tidak bisa meninggalkan majelis tempat kami berkumpul yang kami biasa berbincang-bincang di sana.” Maka Nabi mengatakan, “Kalau kalian tidak bisa, maka tunaikanlah hak jalan.” Mereka pun bertanya, “Apakah haknya jalan wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Menahan pandangan, tidak mengganggu, memerintahkan yang ma’ruf, dan melarang yang mungkar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjaga pandangan akan memelihara hati dari kotoran. Oleh sebab itu Allah menyatakan bahwa menundukkan pandangan itu, “Itulah yang lebih suci bagi mereka.” Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan, “Hal itu akan lebih membersihkan hati mereka dan menjaga kesucian agama mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Keindahan Syari’at Islam
Apabila kita mencermati ayat di atas dengan baik, maka di dalamnya banyak terkandung hikmah yang menunjukkan betapa indah syari’at Islam ini. Diantaranya adalah:
Allah mewajibkan bagi laki-laki dan perempuan yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka.
Kaum perempuan wajib menutupi perhiasan mereka dan menutupi tempat-tempat meletakkan perhiasan itu, selain bagian tertentu yang memang sulit untuk disembunyikan karena adanya kepentingan (lihat tiga faidah ini dalam Aisar At-Tafasir)
Yang dimaksud menundukkan pandangan bagi lelaki adalah agar mereka menahan pandangan dari memandangi aurat, perempuan asing/bukan mahram, atau amrad (lelaki muda yang belum tumbuh jenggotnya atau memiliki wajah seperti perempuan) karena dikhawatirkan timbul fitnah/godaan nafsu akibat memandangi mereka.
Barangsiapa yang menjaga pandangan dan kemaluannya dari hal-hal yang diharamkan maka dia akan mendapatkan kesucian dan terbebas dari kotoran-kotoran perbuatan keji yang biasa melekat pada para pecandu maksiat (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman)
Buruknya Gaya Hidup ala Barat
Setelah kita memahami keindahan syari’at Islam yang menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan dengan adanya syari’at menundukkan pandangan dan mengenakan jilbab, maka kita akan bisa dengan tegas menyatakan betapa buruknya gaya hidup ala barat (baca: ala binatang) yang banyak diobral di media cetak maupun elektronik (layar kaca) yaitu dengan menampilkan para perempuan dengan dandanan dan pakaian yang tidak menutup aurat.
Sehingga akan bisa kita simpulkan bahwa gaya hidup semacam itu merupakan:
Pembangkangan terhadap perintah Allah, padahal Allah adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan dan memberikan rezeki kepada kita, yang menghidupkan dan mematikan kita. Alangkah besar kedurhakaan para penyeru kebebasan perempuan untuk mengobral aurat di layar-layar kaca kepada Rabb mereka!
Kaum perempuan yang ikut serta menjadi fotomodel atau artis film/sinentron/iklan yang jelas-jelas ikut memamerkan aurat di hadapan khalayak telah jelas-jelas mengabaikan kewajiban mereka untuk menutup aurat. Alangkah jelek perbuatan mereka, mereka rela menjual harga diri dan kehormatan mereka demi mendapatkan sepeser dunia dan kenikmatan yang semu dan pasti sirna!
Orang-orang yang ikut serta menyebarkan gambar-gambar atau film-film semacam ini atau bahkan menjadikannya sebagai profesi dan hobinya pada hakikatnya secara tidak langsung telah menuduh Allah tidak bijaksana dan berlaku aniaya kepada kaum perempuan, atau bahkan mereka menganggap Allah dan Rasul-Nya mengekang kebebasan hak asasi kaum perempuan! Aduhai, siapakah yang lebih tahu: Allah yang menciptakan mereka, ataukah mereka yang tidak mengerti tentang hikmah-Nya?!
Orang-orang yang tergoda dan terseret dalam gaya hidup semacam itu telah menodai kesucian dan kehormatan dirinya. Padahal dengan menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan itulah sebenarnya kesucian dan kehormatan mereka akan terjaga. Maka kalau mereka mengatakan, “Yang penting kan hati. Asal hati kita baik, niat kita baik, dalam rangka mensyukuri kenikmatan yang Allah berikan kepada perempuan kan tidak mengapa?” Jawabnya adalah di dalam ayat ini Allah menegaskan kebersihan hati itu akan didapatkan dengan menjaga pandangan dan kemaluan, maka kita tanyakan kepada mereka, “Bagaimanakah caranya kita bisa menjaga pandangan dan kemaluan jika kaum perempuan justru dengan sukarela mengobral aurat di media-media massa?!” Aduhai, siapakah di antara kita yang telah kehilangan hati nuraninya? Bagaimana mungkin akan kita bela pornografi dan pornoaksi dengan alasan hak asasi dan kebebasan berkreasi dan karya seni?! Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan…
Saudara-saudaraku, bulan puasa telah mengajari kita untuk meninggalkan hal-hal yang pada asalnya boleh dinikmati di hari-hari biasa. Makan, minum, dan berhubungan suami-isteri bagi yang berhak melakukannya. Sekarang tatkala bulan Ramadhan akan habis, akankah kita melupakan hikmah yang agung ini dari jantungkehidupan kita; bahwa kita meninggalkan itu semua karena Allah ta’ala memerintahkan kita, walaupun kita menyukainya. Maka bagaimana lagi jika sesuatu yang kita sukai adalah hal-hal yang haram dan mendatangkan murka Rabb pencipta dan penguasa jagad raya? Akankah kita terus melestarikannya dengan alasan demi membela hak asasi manusia menghormati kreatifitas seni dan seabrek alasan-alasan kosong lainnya?!
Wahai manusia-manusia yang masih memiliki hati nurani; tidakkah kalian ingat bahwa kalian dulu bukan apa-apa. Kalian dulu belum terlahir di alam dunia ini. Namun lihatlah; tatkala kalian telah menikmati berbagai rezeki dari-Nya dan kalian pun menjadi dewasa, bertubuh kuat, berharta dan berkedudukan maka dengan ringannya kalian durhakai Rabb kalian; yang setiap hari mencurahkan nikmat-Nya yang tak terhitung kepada kalian? Akankah kalian akan bertahan di atas kebodohan semacam ini… Bertaubatlah kepada Rabb kalian, sebelum datangnya hari ditampakkannya kesalahan-kesalahan, hari yang dahsyat dan mengguncangakan alam semesta… hari di mana penyesalan dan seluruh kekayaan dunia tidak lagi berharga di sisi-Nya. Marilah memohon ampunan dan taufik dari-Nya agar hati kita kembali bersih dan bisa menghadap-Nya nanti dalam suasana suka cita. Laa haula wa laa quwwata illa billaah!

Selasa, Juni 24, 2008

Assalamu 'Alaikum WW.

Ahwan, Ahwat dan kaum muslimin yang mengunjungi blog ini, sehubungan dengan rencana kami yang akan mengadakan perjalanan beberapa minggu kedepan, maka dengan ini kami mohon maaf jika blog ini sementara waktu tidak dapat kami update.
Moga-moga Allah SWT selalu membeerikan kita semua umur panjang dan ilmu yang bermanfaat guna berjuang diatas bumiNya yang fana ini demi mencari bekal di Akhirat kelak, Amin Ya Arhamarrohimin.
Akhirul kalam, jika ada kesalahan kami, baik yang sengaja ataupun tidak, dengan ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Wassalam

Kamis, Mei 22, 2008

5 Calon Yg akan Masuk Syurga



Berkata Umar Bin Khattab RA, "Seandainya saya tidak takut disebut orang mengetahui yang ghaib, maka saya akan bersaksi bahwa yang 5 (lima) golongan ini akan masuk syurga", yaitu :
1. Orang yang miskin yang banyak tanggungannya.
2. Wanita yang di ridhoi oleh suaminya.
3. Wanita yang menyedekahkan maharnya kepada suaminya.
4. Seseorang yang diridhoi ibu bapaknya.
5. Orang yang bertaubat dari dosa.
Sebagaimana telah sama-sama kita ketahui, jika Umar Bin Khattab adalah salah satu sahabat dekat Rasulullah SAW yang selalu mendampingi beliau dalam berda'wah ataupun dalam setiap peperangan. Umar Bin Khattab memang sering mengetahui perkara yang ghaib, meski beliau tidak mau menerangkan kepada orang banyak karena beliau takut disebut-sebut sebagai orang yang tahu akan masalah yang ghaib. Salah satunya adalah ketika seorang dari kaum munafiq meninggal dunia, maka anaknya menemui Rasulullah SAW untuk mensholatkannya, memberikan baju serta jubah beliau untuk kain kafannya. Ketika ditanya oleh sahabat kenapa Rasululllah SAW memberikan yang demikian, maka Rasulullah SAW berkata "Saya tidak mengharapkan apa-apa dari yang meninggal tersebut, namun saya mengharapkan keturunannya untuk menjadi Islam yang baik". Terbuktilah, ternyata beratus-ratus keturunan dari si Munafik tadi menjadi pemuka-pemuka agama Islam setelah Rasulullah meninggal dunia.
Disaat akan pergi mensholatkan si Munafiq tadi, Rasulullah berpapasan dengan Saydina Umar dan mengajak Umar untuk ikut serta mensholatkannya, namun Umar menolak dan berkata "besar firasatku jika Allah SW akan menurunkan wahyu tentang larangan mensholatkan orang munafiq". Dan ternyata setelah selesai mensholatkan si munafiq tadi, turunlah Firman Allah SWT yang melarang mensholatkan orang munafiq dan mensiarahi kuburannya.
Kembali kita lihat apa yang dikatakan oleh Umar Bin Khattab : Orang miskin yang banyak tanggungannya, maksudnya adalah seseorang yang berjuang keras untuk mencukupi keperluan rumah tangganya dengan jalan yang halal tentu saja. Dia punya banyak anak (katakanlah misalnya 10 orang anak), yang secara tidak langsung dia ini telah menghidupi banyak ummat Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa di akhirat kelak, Rasulullah SAW sangat bangga dengan jumlah ummatnya yang banyak.
Wanita yang di ridhoi oleh suaminya, adalah seorang wanita yang tidak pernah membuat sakit hati suaminya apalagi membuat marah suaminya. Wanita seperti ini memang sudah sangat jarang ditemui, namun jika ada pembaca wanita daripada tulisan ini, berusahalah untuk selalu menyenangkan hati suami dikala suka maupun duka, dan terserah bagaimana caranya. Dan jika yang membaca tulisan ini adalah laki-laki, maka pandai-pandailah untuk berda'wah kepada istri dan keluarga untuk menyampaikan kebenaran agama.
Jika seseorang mempunyai suami yang miskin sehingga suaminya masih tetap berhutang mahar kepadanya, maka Wanita yang menyedekahkan maharnya kepada suaminya itu, juga salah satu dari pada yang dimaksud Umar Bin Khattab tadi.
Seseorang yang diridhoi ibu bapaknya, mungkin tidak perlu dibahas terlalu panjang karena Ridho Allah SWT juga terletak pada ridhonya orang tua.
Setidak-tidaknya perbanyaklah mengucapkan Istigfar, dan jadilah orang yang Taubatan Nashuha sebab yang terakhir yang diyakini atau dipersaksikan oleh Umar Bin Khattab RA adalah Orang yang bertaubat dari dosa. Kepada Allah SWT bertobatlah, disamping meninggalkan segala laranganya, perbanyaklah kebaikan, dan sering-seringlah mengucapkan Istigfar. Jika masih punya hutang, bayarlah. Kalau punya kesalahan kepada manusia meminta maaflah.
Moga-moga bermanfaat, Wallohu A'lam

Senin, Mei 12, 2008

Fiqh-5 Surah Al-Fatihah

Rukun Sholat yang ke 5 (lima) adalah membaca surah Al-Fatihah, dibaca setelah Takbiratul Ikhram. Untuk itu setiap orang yang akan melaksanakan sholat seminimalnya dia sudah harus hafal surah Fatihah, kemudian anda bertanya "bagaimana jika dia pemula, dan belum hafal Al-Fatihah?". Jawabannya dia tetap wajib sholat dengan mengikuti gerakan orang yang sholat dan kewajiban baginya untuk menghafal surah Al-Fatihah dan mempelajari akan rukun-rukun yang lainnya.





Surah Al-Fatihah adalah sebagai berikut :
  1. Bismillahirrohmanirrohim
  2. Alhamdulillahi Robbil 'Alamin
  3. Arrohmanirrohim
  4. Maliki Yaumiddin
  5. Iyyakana'budu wa iyyaka nasta'in
  6. Ihdinashshirothol Mustaqim
  7. Shirothol ladzina an'amta alaihim, ghoiril maghdubi 'alaihim waladhdholliin.

Artinya :


  1. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
  2. Segala puji bagi Allah Tuhan sekalian Alam
  3. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
  4. Yang Memiliki Hari Pembalasan
  5. KepadaMulah kami beribadah dan kepadaMu pula kami minta tolong
  6. Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus
  7. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat atas mereka, dan bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.

Setelah itu disunnahkan membaca : Amin

Wallohu 'a'lam

Jumat, Mei 02, 2008

Tauhid, Iman dan Aqidah



Tauhid, Iman dan Aqidah sering kita dengar dalam keseharian dan untuk kita yang masih awam kadang membingungkan akan kita akan apa yang dimaksud dengan Tauhid, Iman dan Aqidah. Untuk itu kita akan membahas secara sekilas akan makna dari 3 (tiga) kata tersebut.
Tauhid
Tauhid, dasar katanya adalah Wahidun (ﺪﺤﻮ) artinya satu, ditambah ta (ﺖ) didepannya menjadi (ﺪﺤﻮﺘ) yang berarti "engkau menjadikannya satu" atau "engkau jadikan sesuatu menjadi satu" dan dalam hal ini yang dimaksud adalah "Engkau iktikadkan Tuhan Allah itu Satu". Dalam arti yang luas, Tauhid itu adalah Ilmu yang mempelajari tentang ke-Esaan Allah SWT.
Iman
Iman dalam arti sempit adalah Percaya, dan ke-Iman-an yang dimaksud dalam Islam adalah "Engkau ikrarkar dengan lidah, engkau yakini dengan hati dan engkau amalkan dengan perbuatan". Dan hal ini hanya bisa dicapai jika terlebih dahulu kita mempelajari Ilmu Tauhid, maka kita akan beriman kepada Allah dan selalu meng-Esakan akan Dia.
Aqidah
Aqidah artinya Pegangan Hidup, yang berarti "engkau sudah mempelajari Ilmu Tauhid, dan Engkau sudah ber-Iman, maka engkau sudah mempunyai pegangan dalam hidup ini dan tidak akan sesat langkahmu dalam setiap detik yang kau dapati dalam dunia yang fana ini.
Wallohu 'A'lam, bersambung

Rabu, April 30, 2008

Beriman Kepada Hari Akhir (Pencarian Pembela)


Sebagaimana telah sama-sama diketahui bahwasanya perjalanan kita diakhirat (Padang Mahsyar) beribu-ribu tahun lamanya menunggu, hingga Allah SWT menggerakkan hati manusia untuk mencari pembela dalam huru-hara yang teramat dahsyat tersebut. Maka berbondong-bondong lah manusia sekaliannya mencari nabi Adam AS untuk mengadukan perkara ini dengan harapan Nabi Adam dapat memberikan syafaatnya. Tetapi Nabi Adam AS tidak bisa memberikan syafaat dan pertolongan sebab beliau berkata bahwa beliau juga punya kesalahan kepada Allah SWT hingga diturunkan dari Syurga ke dunia ini. Perjalanan mencari Nabi Adam hingga ke nabi-nabi sesudahnya memakan waktu 25.000 tahun lamanya. Hingga manusia sekalian bertemu dengan nabi Isa AS, dan Nabi Isa AS juga mengatakan jika ini bukan tugasnya dan beliau juga kuatir sebab ummatnya telah salah menafsirkan akan keberadaannya sebagai nabi, hingga sampai dengan sekarang ini pemeluk agama Nashrani mengatakan kalau tuhan itu adalah nabi Isa AS. Namun dipenghujung perkataannya beliau berkata "Pergilah kalian semua kepada Nabi Muhammad SAW, sebab ini adalah tugasnya sebagai nabi Akhir Zaman".
Sekedar gambaran kecil didunia bagaimana huru-hara orang ramai dalam mencari adalah ketika melaksanakaan ibadah Haji. Manusia dari segala penjuru dunia datang berkumpul disatu tempat yang bernama Arofah dan jadilah padang Arofah lautan manusia. Disaat itu tidak ada pertolongan kecuali dari Allah SWT sebab manusia sibuk dengan urusan sendiri-sendiri tanpa sempat lagi untuk memikirkan orang-orang disekelilingnya.
Perjalanan dilanjutkan mencari Nabi Kita Muhammad SAW dan setelah manusia mengungkapkan semuanya, maka Rasulullah berkata "Ini memang tugas saya dan saya akan mensyafaatkan kalian" kemudian beliau bersujud dibawah Arasy seumpama dari Jum'at ke Jum'at (1 minggu). Selanjutnya Allah SWT berfirman "Angkatlah kepalamu ya Muhammad, dan mintalah akan permintaanmu dan Aku akan mengabulkan syafaatmu". Berkata Rasulullah SAW "ummati, ummati, ummati". Kembali kita menoleh dan berkaca kepada diri kita masing-masing, apakah kita semua ini ummat Muhammad atau bukan begitu cintanya beliau kepada kita ummatnya, mulai dari beliau lahir, hingga kepada beliau akan menghembuskan nafas terakhir ketika akan meninggalkan dunia ini hingga di Padang Mahsyar nanti, adalah kata-kata atau permohonan kepada Allah SWT yang selalu beliau ucapkan "ummati, ummati, ummati". Ummatku, ummatku dan ummatku. Kemudian Allah SWT berfirman "Syafaatkan akan ummatmu dan masuklah akan ummatmu yang tanpa hisab lewat pintu Syurga yang sebelah kanan. Adapun pintu syurga yang sebelah kanan itu luasnya sekira-kira dari Makkah ke Madinah, dan masuklah ummat Muhammad yang tanpa hisab sebanyak 70.000 orang dan masing-masing 1 orang akan mensyafaatkan pula akan 70.000 orang yang lain.
Untuk itu kepada kita ummat belakangan, dan dengan semakin maraknya penyesatan akan aqidah akhir-akhir ini, maka jangan sekali-kali mengiktikadkan bahwa masih ada nabi selain Muhammad SAW karena dikuatirkan tidak akan mendapat syafaat dari beliau SAW di Padang Mahsyar kelak.
Wallohu 'A'lam
Bersambung

Selasa, April 22, 2008

Fiqh-6 Pasal Pada Menerangkan Tentang Tayammum

Tayammum adalah cara lain bersuci baik dari hadast besar ataupun hadast kecil dengan debu yang suci lagi mensucikan dan dipergunakan untuk sholat. Dalam bahasa lain dapat kita artikan bahwa Tayammum bisa dipakai untuk mengganti mandi (mandi junub) ataupun wudhu untuk melaksanakan sholat, yang sudah barang tentu ada syarat dan rukunnya.
Syarat Tayammum itu ada 4 (empat) perkara, yaitu :
  1. Tidak mendapatkan air setelah lebih dulu mencarinya, misalnya digurun pasir ataupun dimana tempat yang tidak ada airnya. Khusus kita yang ada di Indonesia ini, penulis kira Tayammum ini jarang dipakai ataupun tidak sama sekali, sebab Negeri yang kita cintai ini disetiap sudutnya pasti ada air asal kita mau berusaha terlebih dahulu untuk mendapatkannya.
  2. Karena penyakit, misalkan kita mempunyai penyakit yang tidak bisa kena air seumpama penyakit kulit dan lain sebagainya, maka bolehlah kita bertayammum untuk mengganti wudhu ataupun mandi.
  3. Telah masuk waktu sholat, maksudnya adalah seumpama kita mau melaksanakan sholat Zhuhur dan waktu Zhuhur sendiri sudah masuk sementara kita belum mendapatkan air, maka bertayammumlah, dan tidak syah tayammum jika waktu sholat belum masuk.
  4. Dengan debu yang suci lagi mensucikan, maksudnya adalah tanah / debu yang dipakai haruslah dari tanah atau debu yang benar-benar bersih dan tidak ada najisnya.

Rukun Tayammum, ada 4 (empat) yaitu :

  1. Berniat untuk melaksanakan tayammum, yaitu : "Nawaituttayammuma li-istibahatis Sholah fardhon lillahi ta'ala", 'sengaja aku bertayammum untuk memperbolehkan sholat karena Allah SWT'.

Jumat, April 18, 2008

Sifat Allah Yang ke 6 (enam)

Sifat ke 6 (enam) Yang Wajib bagi Allah adalah Wahdaniat, artinya Esa. Maka Wajiblah bagi kita semua (wajib Aqidah) untuk mengatakan Allah itu Esa (tidak berbilang). Barang siapa yang mengatakan jika Tuhan itu dua, tiga dan seterusnya, maka sudah menjadi kafir akan dia (jika diiktikadkan dengan Ilmu). Apabila seseorang sedang sholat dan dia mengiktikadkan bahwa Tuhan itu berbilang, maka batal jugalah sholatnya. Segeralah kembali mengucapkan dua kalimah syahadat dan ulangilah sholat anda.

Dalil Akalnya :

Jika Tuhan itu ada dua, tiga dan seterusnya, maka tidak akan ada sesuatupun yang kita temui di alam ini. Misalnya dalam penciptaan langit dan bumi, jika Tuhan itu lebih dari satu, sudah pasti mereka itu akan berunding telebih dahulu, ataupun salah satunya harus mengalah. Dan kalau Tuhan berunding dan harus mengalah, berarti Tuhan itu lemah dan jika Dia lemah maka berarti Dia bukan Tuhan. Ataupun jika terjadi kesepakatan maka tamparan yang satu pasti akan berbeda dengan tamparan yang lainnya, tidak dapat kita bayangkan betapa susah dan berantakannya alam ini jika diatur oleh Tuhan yang lebih dari Satu. Sebab jika Tuhan lebih dari satu tambah lemahlah Dia, berbeda dengan manusia yang apabila berunding dan bersatu akan bertambah kuat, . Sementara Tuhan yang ada di akal kita adalah Maha Kaya, Maha Perkasa daripada sesuatu dan berkehendak kepadaNya tiap-tiap sesuatu.

Dalil Naqli / Dalil Qhoti'i (Dalil Yang Putus):

Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Albaqarah ayat 163:

Artinya : Dan Adalah Tuhanmu itu Tuhan Yang Esa (Satu), Tiada Tuhan kecuali Dia, Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang.

Selasa, April 15, 2008

Fiqh-1 Rukun Islam

RUKUN ISLAM

Perbedaan antara Rukun dan Syarat
Yang disebut dengan Syarat adalah pekerjaan atau ketentuan yang harus dipenuhi untuk menegakkan sesuatu pekerjaan.
Adapun yang disebut dengan Rukun adalah ketentuan dalam menegakkan pekerjaan itu sendiri atau dalam bahasa mudahnya (Rukun adalah bagian dari pekerjaan itu sendiri).
Misalnya, jika kita ingin mendirikan rumah, maka perlu kita persiapkan syarat-syaratnya seumpama tanahnya, pondasinya, bahan-bahan untuk membuat pondasi dan rumahnya, tiang-tiangnya dan sebagainya.
Begitu juga ketika kita ingin menegakkan Islam ini, juga perlu ada syaratnya yaitu Keimanan (lihat bab mengenai Tauhid).
Dan untuk Rukunnya (pelaksanaannya), maka dalam Islam itu telah ditentukan yakninya 5 (lima) perkara. Dalam bahasa lain, untuk menegakkan Agama Islam itu, maka seseorang yang sudah baligh lagi berakal harus memenuhi syarat yang 5 (lima), yaitu :

1. Membaca Syahadat, yaitu

Lafashnya : Asyhadu Allailaha Illalloh, Wa Asy-hadu Anna Muhammadarrosululloh.Artinya : Aku Bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah rasul Allah. Diucapkan dengan lisan, diyakini dengan hati dan dikerjakan dengan amalan (anggota) badan.

2. Mendirikan Sholat

Setelah kita mengucapkan Syahadat, maka resmiah kita menjadi seorang Islam, dan selanjutnya masuklah kita keada kewajiban yang kedua, yaitu mendirikan Sholat. Mendirikan sholat maksudnya adalah mengerjakan sholat yang lima waktu sehari semalam.

3. Mengeluarkan Zakat

Yang disebut dengan mengeluarkan zakat adalah, memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada orang yang telah ditetapkan (misalnya fakir-miskin, amil dan seterusnya) jika telah sampai ukurannya. Disamping itu ada juga yang disebut dengan Zakat Fitrah, yaitu zakat wajib yang diberikan kepada ahlinya pada saat bulan Ramadhan setiap tahunnya.

4. Puasa Pada Bulan Ramadhan

Yang disebut dengan Puasa pada bulan Ramadhan adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa (seumpama, makan dan minum) mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam selama sebulan penuh yakninya bulan Ramadhan setiap tahun.

5. Menunaikan Haji

Yang disebut dengan menunaikan haji adalah, pergi ke Baitullah (Makkah) untuk melaksanakan ibadah haji (sesuai syarat dan rukunnya). Dan khusus bagi haji ini ada persyaratan sebuah persyaratan yaitu diwajibkan hanya bagi orang yang sanggup (punya biaya dan berbadan sehat) saja, sedangkan diluar daripada itu maka tidaklah diwajibkan.

Sabtu, April 12, 2008

Sifat Yang Wajib Bagi Rasul


Sifat yang wajib bagi Nabi / Rasul adalah 3 (tiga) tidak termasuk Fathonah dengan dalil : Tidak mungkin Allah SWT mengutus seorang Nabi /Rasul yang bodoh (tidak pintar), namun untuk lebih menentramkan hati, para ulama tetap memasukkan Sifat Fathonah ini sebagai Sifat yang wajib bagi Nabi / Rosul.
Dengan demikian sifat yang wajib kita ketahui (Wajib Aqidah) pada sifat Nabi / Rasul adalah 9 (sembilan), yaitu :
Sifat Wajib ada 4 (empat)
1. Siddiq artinya Benar
2. Amanah artinya Dipercaya
3. Tabligh artinya Menyampaikan
4. Fathonah artinya Pintar (cerdik)
Sifat Yang Mustakhil ada 4 (empat)
1. Kasib artinya Dusta
2. Khianat artinya Tidak Dipercaya (dengki)
3. Kistman artinya menyembunyikan
4. Baladah Artinya Bodoh)
Sifat Yang Harus bagi Nabi / Rasul ada 1 (satu) yaitu :
1. Bersifat sebagaimana manusia biasa (lapar, haus, tidur, sakit, mati dst)

Kamis, April 10, 2008

Kemunduran Secara Perlahan


Dahulu, 1400 tahun yang lalu ketika Islam pertama kali diperkenalkan oleh Nabi kita Muhammad SAW, agama Islam ini tidaklah ada yang mau, tidak ada yang suka kecuali hanya segelintir penduduk kota Makkah. Dan kelak Islam ini juga akan pergi meninggalkan kita, tatkala agama Islam ini sendiri sudah ditinggal oleh pemeluknya.


Apakah orang-orang Islam akan pergi ke Agama lain? Mungkin ya, dan mungkin juga tidak. Belakangan ini sudah sering kita saksikan betapa orang-orang Islam ini sudah banyak yang murtad (pindah Agama) Nauzubillah Min Dzalik. Namun itu semua sebenarnya hanyalah sebagian kecil daripada jumlah pemeluk Islam. Dan yang sangat kita kuatirkan adalah manakala pemeluk Islam ini sendiri tidak mencintai agamanya lagi meski dianya tidak murtad.




Beberapa contoh kecil yang penulis temui mungkin berguna bagi kita semua untuk menjadi Ibrah (bahan pelajaran), diantaranya :
  • Saya punya rekan kerja dan suatu hari saya mendengar dia menanyakan sesuatu kepada rekan kerja yang lain (wanita), katanya "Hai.... saya dengar kamu punya kawan yang bernama Ali ya?, punya kawan koq namanya Ali, cari kawan yang namanya keren dikitlah, misalnya Jhony, Michael, Bernand (kawan saya tersebut menyebut nama-nama orang barat). Dari perihal tersebut diatas, dapatlah kita simpulkan bahwa kawan saya tersebut (mungkin juga diantara kita) sudah banyak sekali yang malu memakai nama-nama Islam. Mungkin kawan saya tersebut tidak mengenal siapakah Ali itu. Apa peran Ali Bin Abi Tholib itu dalam Islam, dan sebagainya. Namun yang jelas belakangan sudah banyak kita lihat kalau orang-orang Islam sendiri sudah tidak cinta lagi dengan nama-nama Islam, sehingga dari segi nama, kita sudah susah membedakan mana orang Islam dan mana yang Non Islam. Meski sebenarnya nama itu bukanlah ukuran, tetapi kita sudah bisa lihat jika Islam sendiri sudah mulai malu dengan nama-nama Islam.
  • Seorang kawan saya yang lain, ketika orang-orang barat dengan gencar-gencarnya menghujat Islam dari segala segi termasuk dalam membuat film yang isinya mendiskreditkan Islam. Kawan saya tersebut berusaha untuk mencari film itu lewat Internet dan sepertinya kawan saya itu bangga bercerita kepada saya akan film yang dia tonton. Ketika di TV ada sebuah acara dari agama lain dan saya sampaikan kepada kawan saya itu supaya jangan ditonton, tetap saja kawan tadi ngotot untuk menontonnya dengan alasan biar tidak membuat penasaran, Ironis memang. Namun itulah Agama Islam di akhir Zaman, agama yang hanya tinggal kulitnya saja.
  • Ketika teman dekat istri saya (disuatu tempat) mengadakan pesta, pada malam harinya saya berusaha untuk datang sekedar membantu mempersiapkan tenda, kursi dan sebagainya. Namun apa yang saya temukan? Dihalaman rumah sudah disediakan minuman keras untuk orang-orang yang jaga dan bekerja dirumah itu. Saya tanyakan kepada tetangga akan hal ini dan ternyata tetangga saya juga menjawab jika itu adalah minuman yang resmi jika ada pesta, Masya Allah.
  • Menghadiri pesta adalah sesuatu yang biasa dan diwajibkan bagi kita jika memang mendapat undangan. Yang menjadi tidak biasa dan sampai sekarang mengganjal fikiran saya adalah ketika suatu saat saya dan kawan akrab akan menuju ke pesta pernikahan seorang teman. Sebagaimana umumnya kita lihat belakangan ini, jika mau ke pesta orang selalu berpakaian batik. Saya mengajak kawan saya untuk berbaju koko dan pakai peci putih, tahu apa jawaban kawan saya tersebut? "Wah itu tidak pada tempatnya", dan kami sempat berdebat kecil sebelum berangkat dan akhirnya saya saja yang pakai peci dan teman saya ini berpakaian sebagaimana orang ke pesta pada umumnya sekarang ini.

Di Zaman Rasulullah SAW pengikut Islam disiksa jika ketahuan oleh Quraisy Makkah dan bahkan di Indonesia ini sendiri ketika bangsa kita di jajah oleh bangsa Barat tidaklah bebas dalam melaksanakan ibadah. Sekarang ini, Alhamdulillah kita bebas melakukan aktifitas Ibadah apa saja yang kita inginkan asal masih dijalan yang benar, dan anehnya justru ketika bebas ini kita malah tidak mencintai agama kita sendiri, Nauzubillah, tsumma Nauzubillah.

Sebenarnya masih banyak lagi kejadian-kejadian yang semisal dengan itu yang penulis temui, namun rasanya terlalu panjang untuk diungkapkan semuanya disini,
Tulisan tersebut diatas bukanlah tulisan yang berputus asa, namun moga-moga apa yang saya temui ini tidak terjadi pada kita dan kita sama-sama tanamkan niat dari sekarang untuk selalu mencintai agama Islam ini.


Kamis, April 03, 2008


Selasa, April 01, 2008

Berjihad dengan Amwal (Harta)

"Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan dirimu dari azab yang teramat pedih? (yaitu) Kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam syurga 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (QS As-Shoff ayat 10-12).


Jihad tidak selamanya diartikan dengan memanggul senjata, tetapi Jihad bisa juga dengan memberikan sebagian hartamu di jalan Allah dan Rasulnya. Jangan melihat berapa banyak yang kamu infaqkan, tetapi yang paling penting adalah bagaimana engkau peduli dengan sesama. Jadilah keran air yang selalu memberikan kesejukan kepada siapa-siapa yang membutuhkan.


(Tampak dalam gambar, ketika Mujahid-mujahid Islam memberikan bantuan kepada korban banjir di Rumbai - Pekanbaru beberapa waktu yang lalu)



















Jumat, Maret 28, 2008

Doa Yang di Ijabah (Haulah Binti Tsa'labah)

Suatu ketika Khalifah Umar Bin Khattab sedang berjalan-jalan dengan rombongan di Madinah, diiringi dibelakang oleh banyak pengiringnya, lalu tiba-tiba muncullah seorang perempuan tua dan mencegah romboga untuk berhenti sebentar. Khalifah menghentikan rombongannya dan kemudian beliau duduk bersila mendengarkan perempuan tua ini memberikan beberapa pesan-pesan dan pelajaran. Perempuan tua itu kemudian berkata : "Hai Umar, dimasa kecil dahulu orang memanggilmu si Umar Cilik, Setelah dewasa orang-orang memanggilmu Hai Umar, sekarang orang memanggilmu Amirul Mu'minin, untuk itu hai Umar! Bertaqwalah kepada Allah, sebab barang siapa yang yaqin pasti mati, niscaya takutlah dia akan ancaman Tuhannya kelak di Akhirat".
Setelah selesai perkataannya barulah dibolehkannya Umar Bin Khattab pergi untuk melanjutkan perjalanannya, maka bertanyalah beberapa pengiringnya itu : "Ya Amiril Mu'minin, siapakah gerangan perempuan tua itu sehingga amiril mu'minin mau berhenti begitu lama dan mendengarkan perkataannya?". Lalu Umar menjawab "Demi Allah", seandainyapun aku ditahan dari pagi hingga petang hari, aku tidak akan beranjak sedikitpun kecuali untuk melaksanakan sholat lima waktu, "Tidak tahu kah kalian bahwa wanita itu adalah seorang perempuan yang didengar dan diijabah oleh Allah langsung do'anya, dari atas yang teratas dari langit yang ketujuh, apakah Allah SWT mendengar do'anya sedang Umar tidak?". Perempuan itu adalah "Khaulah binti Tsa'labah" yang diceritakan oleh Allah SWT dalam surah "Al-Mujadalah".
Panjang memang umur Khaulah binti Tsa'labah ini, dia masih hidup kala Abubakar menjadi Khalifah dan beliau juga masih mendapati pemerintahan Umar Bin Khattab. Berkata Imam Ahmad Bin Hambal dalam kedudukan beliau sebagai perawi hadist......berkata Khaulah bahwa suatu hari suamiku (Aus bin Shamit) pulang kerumah dan saya menanyakan sesuatu kepadanya, tetapi beliau marah-marah sehingga keluar ucapannya "Punggungmu sama seperti punggung ibuku".
Kata-kata seperti ini adalah kebiasaan buruk zaman jahiliyah, jika ingin menceraikan istrinya. Kata haulah selanjutnya "Setelah kejadian itu suamiku pergi keluar rumah dan setelah itu dia kembali lagi kerumah kemudian mendekatiku untuk menyentuhku, lalu dia aku tolak dan kataku "Jangan dekat kepadaku! Demi Allah yang Khaulah ada dalam genggaman tanganNya, Engkau tidak boleh mendekatiku sampai datang hukum Allah dan Rasulnya pada kita" dan Akhirnya Khaulah pergi menghadap Rasulullah SAW. Dan duduklah aku dihadapan Rasulullah serta menceritakan segala yang kuhadapi, dan Rasululah bersabda "Anak pamanmu sudah tua, taqwalah kepada Allah dan rukunlah dengan dia". Namun Khaulah belum puas, karena masih ragu akan kedudukannya sebagai istri Aus bin Shamit Lalu Khaulah berkata "Aku belum akan pulang kerumah ya Rasulullah sebelum ada ketentuan Al-Qur'an tentang diriku".
Dalam riwayat lain : selanjutnya Khaulah menadahkan tangannya dan dia berseru kepada Allah SWT : "Tuhanku! Kepada Engkaulah aku keluhkan akan kepapaanku dan kesepianku sendirian, berat rasanya bagiku ya Tuhan untuk berpisah dengan suamiku ayah dari anak-anakku dan orang yang aku kasihi. Engkau tahu bahwa dari dia aku mendapatkan anak-anak yang masih kecil, turunkanlah kiranya ke lidah nabiMu ini suatu sabda yang melepaskan daku dari kesulitan ini.
Lalu turunlah Ayat Al-Qur'an Surah Al-Mujadalah ayat 1-4.
Kesimpulan kepada sekalian kaum muslimin dan muslimat, jangan sekali-kali berputus asa akan rahmat Allah SWT, dan jangan tanggung-tanggung jika meminta kepada Allah SWT, tetapi mintalah "Robbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhiroti hasanah, waqina azabannar" Ya Tuhan kami berilah kepada kami kiranya kebahagian diatas dunia dan kebahagiaan di Akhirat kelak dan jauhkanlah kami dari siksa Neraka. Do'a ini disebut sebagai do'a Sapu jagad, segeralah kita sekalian bertaubat dan kembali kepada jalan Allah SWT.
Wallohu 'a'lam..

Kamis, Maret 27, 2008

Maulidil Rosul (Lanjutan)


Sesampainya Nur Muhammad itu pada nabi Ibrahim, selanjutnya turunlah Nur itu kepada Nabi Isma'il AS (yang tinggal di Makkah, sedang saudaranya Ishak AS menurunkan Nabi-nabi bani Israil hingga ke Nabi Isa AS), kemudian ke Adnan, Mu'ad, Nizar, Mudar, Ilyas, Mudrika, Khuzaima, Kinanah, Al-Nadr (Al-Quraysh), Malik, Fihri, Gholib, Luay, Kaab, Murrah, Kilab (Bertemu Silsilah Nabi dengan Ibunya Aminah), Qusai, Abdul Manaf, Hasyim, Abdul Mutholib, Abdullah (bapak Nabi kita Muhammad SAW).

Kota Makkah Sebelum Islam (Jaman Jahiliyah)


Kota Makkah terletak disemenanjung Arab, yang sekarang ini berwatas kepada :

- Disebelah Utara dengan Negara Iraq, Jordania dan Palestina
- Diselah Selatan dengan Negara Yaman dan Oman
- Sebelah Timur dengan Teluk Parsi
- Sebelah Barat dengan Laut Merah

Kota Makkah selalu ramai dengan kehadiran pedagang-pedagang Arab waktu itu sebab Makkah merupakan jalur Lintasan perdagangan dari Negeri Yaman ke Syam (Sirya, Jordan dan Palestina sekarang). Disamping itu Kota Makkah ramai dikunjungi karena Ka'bah adalah tempat orang beribadah waktu itu dan sudah dipakai untuk tawaf, baik oleh penduduk Makkah ataupun penduduk luar Makkah. Adapun cara beribadat penduduk Makkah pada mulanya adalah mengikuti syariat yang dibawa oleh Nabi Allah Ibrahim AS, yang diteruskan oleh anaknya Ismail AS yang melahirkan suku Jurhum sebagai penduduk kota Makkah.
Namun perlahan-lahan setelah Nabi Ismail AS, syariat agama Tauhid tersebut banyak dinodai oleh pemikiran-pemikiran yang pada akhirnya menyimpang dari ajaran Tauhid. Sehingga Ka'bah akhirya dipenuhi oleh patung-patung sembahan, dimana yang tertinggi adalah patung Latta dan Uzza.
Dari menyembah Allah SWT, penduduk Makkah akhirnya banyak yang menyembah patung yang mana mereka berpendapat, bahwa untuk menyembah Allah tidaklah bisa secara langsung tetapi lewat perantaan patung-patung yang dibuat oleh mereka sendiri dari bahan kayu, tanah, loyang dan sebagainya.
Disamping itu ada juga agama Jahudi dan Nashroni yang dibawa oleh penduduk Palestina ke Tanah Arab pada waktu itu. Sebagaimana kita ketahui bahwa agama Jahudi dahuluya adalah bersumber kepada kitab Taurat dan Agama Nashrani bersumber kepada kitab Injil, namun sebagaimana yang kita dapati belakangan ini Agama Tauhid yang dua inipun sudah jauh melenceng dari Agama Tauhid yang dibawa oleh Nabi Allah Musa AS dan Nabi Isa AS. Agama Jahudi mempertuhankan Nabi Uzair dan Agama Nashrani mempertuhankan nabi Isa AS. Orang-orang Jahudi dan Nashroni waktu itu sering memberikan kabar gembira kepada penduduk Tanah Arab akan kedatangan Nabi yang terakhir yang bernama Ahmad sebagaimana tertulis di dalam Kitab Injil.
Zaman itu disebut dengan zaman Jahiliyah atau lebih populernya dalam bahasa kita adalah Jaman Kebodohan, sebab waktu itu tidaklah ada pemimpin sebagaimana yang kita temui sekarang ini, dan yang ada hanyalah kekuasaan. Siapa yang kuat dia yang berkuasa, harga nyawa sudah tidak ada artinya, minuman keras (arak) jadi santapan sehari-hari, membunuh dan berzina adalah bagian dari kehidupan. Sampai-sampai kehadiran seorang anak perempuan didalam keluarga adalah aib dan harus langsung dikubur hidup-hidup atau jika tidak akan membawa malu bagi keluarga.
Manusia diperdagangkan tidak ubahnya seperti hewan, budak bertebaran dimana-mana, yang selalu diperintah oleh tuannya menurut hawa nafsu belaka. Wallohu A'lam (bersambung).

Selasa, Maret 25, 2008

Maulidil Rosul


Adalah pangkat daripada Rasulullah SAW paling tertinggi daripada sekalian makhluk di seluruh alam ini dan cahaya / nurnya lebih terang daripada sekalian cahaya, kasih sayang serta budi pekertinya tidaklah ada yang melebihi beliau, namun karena hasad dan dengkilah orang Yahudi dan Nashroni membenci beliau dan mengatakan jika Agama Islam ini dikembangkan oleh senjata, dan hal ini tidak lain dan tidak bukan karena iri semata, kenapa Rasulullah SAW dilahirkan dari bangsa Arab? Bukankah nabi-nabi sebelum beliau selalu dilahirkan di Jerussalem? Dan bagi kita yang tidak tahu sejarah kadang sering ikut-ikutan dan menanggapi Jahudi dan Nashroni ini dan sering juga kita tidak punya dasar untuk membantah mereka. Mumpung masih di bulan Maulid (Rabiul Awal ini) tidak ada salahnya jika sedikit kita meninjau kesejarah dan masa-masa perjuangan Rasulullah SAW, Agama Islam adalah agama yang Rohmatallil Alamin tidak ada teroris, tidak ada extrimis dan lain sebagainya sebagaimana yang dituduh oleh Orang Barat sekarang ini. Sekadar beberapa kejadian dalam perjuangan beliau yang membuktikan Islam ini bukan agama yang disebarkan oleh pedang, diantaranya :

1. Ketika Futhul Makkah (penaklukan kota Makkah), tatkala semua penduduk Makkah yang sudah ketakutan akan di tindak oleh Rasulullah SAW, namun yang mulia ini berdiri diatas mimbar dan berpidato, seperti ini :
- Siapa-siapa yang tinggal dirumahnya Aman
- Siapa-siapa yang masuk ke Masjidil Harom, Aman
- Siapa-siapa yang masuk ke Rumah Abu Sofyan, aman
Dan nyatalah, tidak ada pertumpahan darah dan sampai-sampai Hindun binti Utbah yang sangat benci dengan Rasulullah SAW dan pernah makan jantung Hamzah mentah-mentah dalam perang Uhud, tidak bisa menahan haru dan melihat cahaya dan kebenaran Islam hingga beliau memilih untuk memeluk agama Islam. Ketika kawan-kawannya melihat Hindun masuk Islam, segera mereka datang kepadanya dan bertanya kenapa dia masuk Islam, maka Hindun menjawab : Sesekali saya tidak pernah masuk Islam, tetapi Agama Islam itulah yang masuk kedalam diri saya.

2. Ketika Rasulullah sedang duduk-duduk dibawah pohon korma dalam sebuah peperangan untuk beristirahat, datanglah Da’tsur dari belakang dan meletakkan Pedangnya tepat dileher nabi SAW, dan berkata : “Sekarang siapa yang akan menolongmu ya Muhammad?”, spontan Rasul yang mulia ini menjawab “Allah”. Mendengar nama Allah ini, badan Da’tsur gemetar dan pedangnya jatuh ke tanah, kemudian pedangnya diambil oleh Rasulullah dan berganti meletakkannya dileher Da’tsur dan bertanya : “Sekarang siapa yang akan menolongmu?. Tidaklah ada yang bisa menolong saya ya Muhammad, kecuali jika engkau berbaik hati kepada saya jawab Da’tsur dan kemudian Rasulullah kembali memberikan pedangnya dan menyuruh Da’tsur untuk pergi. Namun hati Da’tsur sudah terpikat dengan Islam dan kemudian mengajak seluruh keluarganya untuk memeluk Islam.

3. Ketika beliau terlepas dari kepungan musuh waktu beliau mau berhijrah ke Madinah dan dengan ditemani oleh Abu Bakar As-siddiq dan sempat juga mereka bermalam digua Tsur. Didalam perjalanan menuju Madinah beliau berdua ini dikejar oleh Suroqoh dari belakang karena dijanjikan oleh Abu Lahab dan Abu Sofyan 100 ekor unta jika berhasil membunuh Nabi Muhammad. Dan ketika sudah bertemu, suroqoh mengayunkan pedangnya kearah leher Rasulullah SAW, dan dengan pertolongan Allah kudanya terbenam kedalam tanah dan minta tolong kepada Rosulullah, dan beliau menolongnya. Kejadian ini berulang sampai tiga kali dan yang terakhir bumi kembali menelan Suroqoh dan kudanya hingga lehernya, dan tetap juga dibantu oleh Rasulullah. Akhirnya didepan Rasulullah SAW beliau ini masuk Islam dan kembali ke Makkah dan sesampainya di Makkah ditanya oleh pemuka Qurois akan hal Muhammad. Dan Suroqoh berkata “Siapa-siapa yang ingin membunuh Muhammad, harus berhadapan dengan saya terlebih dahulu”, hadirin terdiam dan heran.

4. Tatkala Islam sudah tidak diterima orang lagi di Makkah, beliau bersama seorang Sahabat menuju Tho’if untuk berda’wah maka yang diperolehnya bukanlah pengikut dan pembela, tetapi cacian serta makian dari penduduk Tho’if sehingga Rasulullah SAW dilempari dengan batu. Dalam keadaan berdarah-darah, beliau masuk ke kebun Kurma yang ditunggui oleh seorang Nashroni untuk meminta minum. Dan saat mau minum inilah beliau mengucapkan “Bismillah”, dan ditanya oleh Nashroni tadi kalimat apa yang diucapkan dan beliau menerangkan dan ketika itu juga Nashroni ini masuk Islam. Tidak lama setelah itu Jibril dating dan berkata “Ya Muhammad, engkau ini adalah dijalan yang benar, dan tidak meminta upah sedikitpun dari mereka, tetapi yang kamu terima adalah hinaan dan siksaan seperti ini, Ijinkanlah saya angkat dan saya jungkir balikkah kampong Tho’if itu atau gunung saya timpakan kepada mereka. Rasulullah SAW berkata : Jangan ya Jibril, saya memang tidak mengharapkan dari mereka lagi tetapi anak dan keturunannya tetap saya harapkan kelak dan beliau kemudian berdo’a yang terkenal “Allohummahdi Qoumi, Faiinahum La Ya’lamun” Beri hidayahlah ya Allah akan kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui. Kemudian jibril berkata : “Pantaslah engkau ya Muhammad terlebih mulia daripada seisi alam ini”.

Bermula daripada kejadian Muhammad itu adalah dari Nur disebuah tanah / tempat di Madinah yang diperintahkan Allah SWT untuk diambil malaikat Jibril dan Allah SWT berfirman bahwa disinilah Nur Muhammah diambil dan disitu jugalah nanti wafatnya. Dari sinilah kemudian diangkat oleh Malaikat Jibril ke syurga dan seketika bertambahlah Cahaya / Nur Muhammad itu melebihi terangnya Syurga, kemudian dibawa kembali ke bumi dan melintasi lautan untuk kemudian diangkat kembali kehadirat Allah SWT dan meneteslah keringat Nur itu untuk selanjutnya setiap tetes Nur itu nanti akan diberikan kepada Nabi / Rasul yang lain. Dan 2000 tahun sesudahnya barulah Allah SWT menciptakan Nabi Adam dari tanah hitam yang ditiupkan Ruh serta Nur Muhammad itu oleh Jibril AS (hingga Jibril ini disebut sebagai Malaikat Ruh). Dan sampai saat ini tetap menjadi misteri ditanah mana diambil dan ditanah mana nabi Adam dikuburkan.

Dan berfirman Allah SWT kepada Nabi Adam AS untuk memelihara Nur Muhammad itu dan jangan sampai masuk kepada yang bukan tempatnya, dan untuk selanjutnya turunlah Nur Muhammad itu kepada Nabi-nabi dan rasul sesudah Nabi Adam AS, Idris, Nuh, dan seterusnya hingga kepada Nabi Ibrahim AS.

Wallohu A’lam, bersambung…….

Senin, Maret 17, 2008

Adil Tidak Mesti Dibagi Dua

Di zaman Nabi Allah Sulaiman AS, ada dua orang ibu yang sedang bertengkar memperebutkan anak yang masih kecil dan keduanya bersikeras bahwa anak itu adalah anak mereka. Akhirnya diambil kesepakatan untuk mengadukan masalah ini kepada Nabi Allah Sulaiman AS untuk menjadikan beliau hakim diantara perselisihan itu. Sesampai di tempat Nabi Sulaiman AS, kedua ibu tersebut tetap bersikukuh mengatakan bahwa anak itu adalah anak mereka dan tidak ada seorangpun yang mau mengalah. Akhirnya Nabi Allah Sulaiman AS mencabut pedangnya dan mengatakan untuk lebih adil, anak itu dibelah saja dibagi dua. Ibu yang seorang langsung bergembira dan mengiyakan usul nabi Sulaiman AS karena menurutnya itulah jalan yang paling adil. Tetapi ibu yang seorang lagi tidak menyetujui dan mengatakan jika anak tersebut harus dibelah dua lebih baik diserahkan saja kepada ibu yang pertama saja. Akhirnya nabi Allah Sulaiman memberikan anak itu kepada ibu yang kedua, dengan alasan inilah yang berhak atas anak itu sebab "ibu yang mana yang tega melihat anaknya dibelah dua?".

Minggu, Maret 16, 2008

Sumber Hukum

Sumber hukum Dalam Islam ada 3 (tiga) yaitu :

  1. Hukum Akal / Adat sering disebut juga dengan Dalil Aqal Yaitu Timbul dari kebiasaan dalam kehidupan yang kita lalui (misalnya api untuk membakar, air untuk membasahi dan sebagainya).
  2. Hukum Syara'. Adalah hukum yang datang atau yang ditetapkan oleh Allah SWT dan dibebankan kepada ummat manusia yang telah mukallaf.
  3. Hukum Adat. Hukum atau peraturan yang dibuat oleh manusia

Ilmu Tauhid bersumber dari akal dan fikiran manusia, dan didalam Ilmu Tauhid, Hukum Akal ini terbagi pula kepada tiga (tiga) bagian :

  1. Wajib. Yang disebut dengan wajib dalam Ilmu Tauhid adalah Sesuatu yang diterima oleh akal.
  2. Mustakhil. Jika akal tidak menerima, misalnya jika bertemu dua sifat yang berlawanan dalam satu benda.
  3. Harus. Adalah jika akal menerima akan ada ataupun tiadanya.

Contoh : Jika kita sedang berkumpul dan ada seorang tamu (Tamu-1) datang dan berkata : "Tadi saya lewat pasar dan disana banyak sekali saya jumpai yang belanja", maka keterangan yang diberikan oleh tamu tadi disebut dengan Wajib (sebab namanya dipasar pastilah orang ramai). Kemudian datang lagi seorang tamu (Tamu-2) dan berkata "Tadi saya lewat pasar, saya lihat sepi". maka keterangan yang dibawanya disebut Mustakhil (sebab yang namanya pasar pasti ramai bukan sepi, kecuali ada sebab tertentu). Selanjutnya ada seorang lagi (Tamu-3) dan berkata "Saya lihat tadi dipasar banyak orang yang jualan ikan". Namun datanglagi tamu yang ke 4 dan berkata "Yang jualan ikan dipasar hanya beberapa orang saja". Keterangan dari Tamu yang ke-3 dan ke-4 tadi disebut Harus (Mungkin) sebab kedua-duanya diterima oleh akal akan hal yang mereka sampaikan.

Kamis, Maret 13, 2008

Rindu Kepada Kubur


Suatu kali, ketika guru saya menerangkan akan hal Siksa dan Ni'mat kubur dengan panjang lebar, sekonyong-konyong beliau berkata, "Bagaimana?" Apakah kalian belum rindu juga akan kubur?. Saya tersentak kaget dan berfikir dalam-dalam akan apa yang barusan diucapkan oleh beliau.

Semua orang yang penulis temui dan setiap orang yang saya tanya, belumlah ada yang mengatakan rindu dengan kubur, dan kalaupun ada hanyalah orang yang bosan hidup dengan berfikir bahwa jika dia mati semua persoalan hidup akan selesai.

Sampai dengan detik ini, perkataan guru saya masih sering terngiang ditelinga, apakah bisa kita rindu akan kubur?. Bukankah kematian itu adalah hal yang paling ditakuti oleh siapapun makhluk hidup didunia? Bukankah di dalam kubur kita sendirian dengan jangka waktu yang tidak ada ketentuannya?

Setelah semua yang mendengarkan terdiam, barulah guru saya melanjutkan. Bahwasanya jika seseorang sudah benar-benar beriman dan beramal sholeh, tentu saja dia akan merindukan Tuhannya, Tuhan yang dia sembah setiap waktu. Tuhan tempatnya untuk berkeluh kesah mengadukan semua persoalannya baik yg enak ataupun tidak enak. Sebab kepada siapalagi kerinduan yang paling tinggi kalau bukan kepada Allah? Yang menciptakan kita, yang memberikan kita rezki, yang sangat menyanyangi kita bahkan lebih sayang daripada seorang ibu kepada anaknya?.

Maka jalan satu-satunya jika kita ingin berjumpa dengan Allah, Tuhan Semesta Alam adalah ketika kita sudah meninggalkan dunia ini alias sudah dimasukkan kedalam kubur. Bagaimana? Masih belum rindu juga? kembali guru saya berkata kepada semua hadirin. Saya masih juga terdiam seribu basa, hingga akhirnya guru saya kembali melanjutkan. "Jika masih juga kalian takut akan kubur yang sudah pasti akan kalian temui, maka dahulukanlah hartamu kesana, yakni dengan jalan menginfaqkannya". "Suruh hartamu menunggu dan menyambutmu kelak, jangan tinggalkan hartamu didunia ini yang akan diperebutkan oleh banyak orang (anak dan saudara) yang belum tentu akan memberikan manfaat kepadamu".

Mungkin anda akan bertanya bukankah memberikan atau meninggalkan harta untuk anak dan keluarga kita juga ibadah? Betul. Tetapi lebih jauh dari itu kamupun jangan melupakan dirimu, dalam arti jangan jadi orang yang bakhil, jangan harta yang bertumpuk dimakan sendiri. Tetapi sebagiannya berikanlah dijalan Allah, lewat shodaqoh, infaq dan yang semacamnya. Sebab hartamu itu nanti akan menyambutmu dipintu kubur, tempat dimana kamu sangat takut akan dia.

Sebuah hadist dari Rasullah SAW, yang artinya kira-kita demikian. "Kelak akan datang dibelakang hari orang-orang yang memikul hartanya kian-kemari untuk menginfaqkannya, tetapi tidak ada satu orangpun yang menerima dan orang-orang yang dia temui malah berkata : "Seandainya kemarin kamu datang kepada kami, pasti kami akan menerima, tetapi sekarang dirumah kami juga sudah banyak".


Wallohu A'lam.

Sabtu, Maret 01, 2008

Timbulnya Golongan Ahlusunnah

Ahlusunnah Wal-Jamaah timbul pada Abad ke III Hijrah, dimana waktu itu di tanah Arab banyak sekali ajaran-ajaran Tauhid yang sebagiannya sudah menyimpang daripada ajaran Islam, sampai-sampai ada yang berpendapat Tuhan adalah Makhluk, Semua perbuatan manusia ditentukan oleh manusia sendiri, berlebih-lebihan dalam mencintai sahabat dan sebagainya. Maka Ahlusunnah Wal Jamaah berusaha untuk kembali meluruskan semuanya dengan berpatokan kepada Al-Qur'an dan Hadist. Faham Ahlusunnah Wal Jamaah dipelopori oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari yang mempunyai nama lengkap Abu Hasan Ali bin Ismail bin Abi Basyar Ishak bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin MUsa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy'ari (yang terakhir adalah seorang sahabat dalam zaman Rasulullah SAW) untuk selanjutnya diteruskan oleh Murid beliau yang bernama Imam Mansyur Al-Maturidi.
Beliau lahir di Basrah (Iraq) tahun 260 H, atau 55 tahun setelah meninggalnya Imam Fiqh (Syafi'i RA), Bapak tiri beliau adalah seorang ulama dalam faham Mu'tazilah, dan beliau keluar dari faham Mu'tazilah dan mendirikan faham Ahlusunnah Wal Jamaah dan faham-faham ini sampai kepada kita zaman sekarang ini (khususnya Indonesia) banyak menganut faham Ahlusunnah Wal Jamaah dalam hal Tauhid dan juga mayoritas pemeluk Islam diseluruh dunia.
Suatu ketika beliau naik keatas mimbar dan berpidato : "Saya adalah Abu Hasan Al-Asy'ari dan selama ini saya mengikut faham Mu'tazilah dan saya keluar dari faham ini" sebagaimana saya membuang baju ini", sembari beliau membuka bajunya serta melemparkannya.
Sejak saat ini beliau berjuang dengan lisan maupun tulisan, berdebat dan bertanding untuk kembali kepada Tauhid Islam sehingga nama beliau masyhur sebagai Imam Tauhid. Beliau mengarang kitab Ushuluddin lebih dari 200 kitab dan diantara kitab-kitabnya yang terbesar adalah :
  • Al-Mujaz
  • Al-Ibanah fi Ushuluddiyanah
  • Maqolatul Islamiyin

Disamping beliau, maka muridnya Imam Mansyur Al-Maturidi juga mempunyai andil besar dalam menyebarkan faham Ahlusunnah Wal Jamaah, dan pada abad-abad berikutnya muncul pula ulama-ulama yang menyebar luaskan faham ini, diantaranya :

  • Imam Abu Bakar Al-Qaffal
  • Imam Abu Ishak
  • Imam Al-Baqilani
  • Imam Al-Hafiz Al-Baihaqi
  • Imam Al-Haramain
  • Imam Al-Qhosim
  • Imam Al-Ghozali
  • Imam Fahruddin
  • Imam Izzuddin bin Abdus Salam dan seterusnya.

Dasar untuk menentukan Hukum Dalam Bidang Tauhid (Ushuluddin) sesuai yang diajarkan oleh Imam Al-Asy'ari adalah 4, yaitu :

  1. Al-Qur'an
  2. Hadis
  3. Ijma'
  4. Qiyas

Selanjutnya dalam blog ini apa yang kami sampaikan adalah sesuai dengan apa-apa yang kami dapat di pengajian dan ketika duduk di bangku madrsyah dahulu yaitu Tauhid dengan berpatokan kepada Ahlusunnah Wal Jamaah. (Wallohu A'lam, bersambung)

Kamis, Februari 28, 2008

Ahlusunnah Wal Jamaah


Semasa Rosulullah masih hidup, tidaklah ada perbedaan-perbedaan dalam Agama Islam sebagaimana yang kita lihat sekarang ini, hal ini disebabkan jika sahabat menemui sesuatu persoalan, maka sumbernya masih ada yakni langsung kepada Rasulullah. Namun setelah beliau dan sahabat-sahabat wafat, maka muncullah aliran-aliran dalam Islam, baik dalam masalah Keimanan, ataupun dalam Fiqh (Syariat / Ibadah). Maka didalam hal Keimanan (Aqidah / Tauhid) muncullah beberapa Firqah (Aliran, Faham), diantaranya :

  • Ahlusunnah Wal Jamaah
  • Mu'tazilah
  • Qodariah
  • Jahamiah
  • Syi'ah
  • Khawarij
  • Dan lain-lainnya hingga kepada Islam Moderen belakangan ini.

Didalam Hal Fiqh, muncullah Imam yang 4 (empat) yang jadi panutan hingga sekarang ini, yaitu :

  • Maliki (Imam Malik)
  • Hanafi (Abu Hanifah)
  • Syafi'i (Imam Syafi'i)
  • Hambali (Ahmad Bin Hambal)

Dari zaman Rasulullah, semua peraturan-peraturan Islam, baik Tauhid, Fiqh dan Ihsan belumlah tertulis seperti buku yang kita temukan sekarang ini, tetapi masih terpisah-pisah dalam bentuk catatan-catatan yang dibuat pada masa itu dengan menggunakan kulit Unta, ataupun pelepah kurma. Dan sebagaimana kita ketahui, Al-Qur'an resmi dibukukan adalah ketika zaman Khalifah Usman Bin Affan yang populer kita sebut dengan Mushab Usmani. Perkembangan zaman semakin maju dan perlahan-lahan peraturan-peraturan Islam mulai dibukukan oleh Sahabat, Tabi'it Tabi'in, Tabi'in hingga ke masa kita sekarang ini.

Selanjutnya, Dalam Blog ini Tauhid yang dikemukakan oleh Penulis adalah Tauhid dengan aliran Ahlusunnah Wal Jamaah, dan dalam hal Fiqh (Ibadah) adalah Mashab Syafi'i, sedang untuk masalah Ihsan, penulis tidak berpatokan kepada satu aliran, namun semua yang berbentuk perbaikan diri untuk menuju ketaqwaan kepada Allah SWT, dan setiap Ilmu yang penulis hafal dan pengajian yang diikuti, Insya Allah akan kami uraikan disini. Jika kita berbeda aliran dan pendapat dalam masalah-masalah Agama adalah hal yang wajar dan manusiawi serta menjadi Rakhmat selama tidak saling caci mencaci, sebab jika kita terpecah, bukankah Pihak Ketiga akan bertepuk tangan?. Untuk itu marilah kita sama-sama menimba Ilmu agama, untuk bekal kita nanti di Yaumil Akhir, moga-moga Allah SWT memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kita semua untuk selalu berdiri dalam Aqidah Islam ini, dan selalu menyampaikan dakwah dan berjuang selama hayat masih di kandung badan. Amin, Insya Allah.