ﻪﺘ ﺎﮐﺮﺒﻮ ﷲ ﺔﻤﺤﺮﻮ ﻢﻜﻴﻟﻋ ﻢﻼﺴﻟﺍ

Selamat Datang di http://nasutions.blogspot.com/
Blog ini hanyalah bersifat pribadi dan dibuat juga sekedar iseng sambil belajar, jadi sangatlah wajar jika isinya hanya sebatas ilmu penulis yang sangat sedikit. Semua ini hanya mengisi waktu luang disamping kesibukan bekerja dan dorongan kewajiban untuk berda'wah meski hanya satu ayat, mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca dan penulisnya, Amin ya Arhamarrohimin.
"Saran serta kritik membangun sangat kami harapkan dari pengunjung".
Hak Cipta Sepenuhnya milik Allah SWT, Wassalam.

Kamis, November 29, 2007

Mencari Kebenaran ala Salman El Farisi

Bismillahirrohmanirrohim.

Salman El Farisi berasal dari Parsi atau Persia (Iran sekarang), dilahirkan disebuah kampung bernama Jaiyi dengan keluarganya berasal dari Asfahan dipedalaman Parsi. Diwaktu kecil dan remaja Salman tidaklah seperti kawan-kawannya yang bebas bermain sesuka hati, tetapi Salman lebih cenderung jadi orang pingitan oleh kedua orang tuanya yang sangat taat dengan agama Majusi (Penyembah Api), dan pada waktu-waktu tertentu Salman kecil selalu menyiapkan penyembahan dan menjaga tempat ibadat mereka agar api yang disembah tidak padam dan hampir sepanjang hari dia dikurung di dalam rumah. Hingga suatu hari ia disuruh ayahnya untuk menjaga ladang mereka dan sebelumnya bapaknya berpesan agar Salman kecil tidak mau dipengaruhi oleh orang lain, namun meski demikian Salman kecil tetap berjalan menuju sebuah biara (gereja nasrani) dan dia melihat orang-orang beribadat dan ditanya oleh Salman darimana agama itu berasal, maka dijawab oleh Rahib (Pendeta) bahwa agama itu berasal dari Sirya (Syam). Sorenya ia kembali kerumahnya dan fikirannya mulai kacau mengingat agama yang ia saksikan tadi dengan agama nenek moyang mereka (menyembah api). Ternyata kedatangan Salman tadi ke Biara diketahui juga oleh Bapaknya dan Salman dimarahi oleh orangtuanya karena perlahan-lahan hati Salman berkeyakinan bahwa Agama Nasrani lebih baik daripada agama yang disembah oleh keluarganya (Majusi). Suatu ketika Salman pernah berkata kepada orang tuanya "saya melintasi suatu kaum yang sedang beribadat dan saya kira agama mereka jauh lebih baik dari agama kita" orangtuanya langsung berkata bahwa agama nenek moyang mereka jauh lebih baih dari agama Nasrani tetapi Salman muda tetap berkeras hati bahwa agama Nasrani lebih baik dari agama mereka. Akhirnya Ayahnya merantai kaki Salman dirumah supaya tidak bisa bergerak bebas kemana-mana apalagi pergi ke Biara, namun Kehendak Allah tidak seorangpun yang bisa tahu, Salman berhasil meloloskan diri dan lari meninggalkan keluarga yang dicintainya demi mencari kebenaran yang ada dalam hatinya dan dia mengikuti kafilah-kafilah Nasrani menuju Sirya (Syam) dan ia bertemu dengan pendeta disebuah Biara kemudian Salman mengutarakan Niatnya untuk mendalami agama Nasrani dan tinggal dengan pendeta itu di Biara tetapi sayangnya Pendeta yang dia sangka baik ternyata seorang yang mengumpulkan harta orang lain untuk keperluan pribadinya, tidak lama kemudian pendeta ini meninggal dunia.
Selanjutnya Salman muda mencari seorang pendeta yang lain yang alim dan dengan pendeta inipun Salman terus belajar hingga pendeta itu meninggal dunia dan sebelum meninggal, Salman sempat bertanya kemana lagi ia akan pergi dan gurunya mengatakan agar menemui pendeta di Musol. Lalu Salman pindah lagi kepada Pendeta yang ketiga yang juga alim serta baik budinya dan dari sinilah Salman mendapat khabar bahwa akan lahir seorang nabi baru dengan tanda-tanda kenabian, Allah SWT memberi Hidayah kepada Salman untuk menuju Yastrib (Madinah sekarang) sesuai dengan yang disampaikan pendeta yang ketiga tadi dimana Nabi yang baru itu berasal dari tanah Arab dan akan berpindah kesuatu tempat yang dikelilingi oleh pegunungan dan kebun tamar (Kurma). Rasanya Salman sudah tidak sabar ingin bertemu nabi itu dan disebuah tempat bernama Wadi Al-Quro, Salman dan kafilah dagang yang diikutinya berhenti dan ternyata kafilah yang membawanya ingin mengambil upah dari Salman dan akhirnya mereka menjual Salman kepada seorang Yahudi dan jadilah Salman menjadi seorang budak belian dan dia dikurung oleh majikannya dan sebelumnya Salman mengira bahwa Lembah Wadi itulah tempat hijrahnya nabi yang baru tadi.
Perjalanan Salman tidak berhenti sampai disitu, Allah SWT lebih tahu akan apa-apa yang tersirat dihati seorang Salman El Farisi untuk menuju kebenaran yang hakiki hingga seseorang Yahudi yang lain dari Bani Quraishoh membeli Salman dan kemudian dibawa ke Yastrib (Madinah). Setelah sampai di Madinah, Salman melihat tanda-tanda daerah yang pernah dipesakan oleh pendeta yang dahulu maka Salman berkata dalam hati "Demi Allah, inilah negeri yang saya cari". Dan pada waktu itu di Madinah orang sedang ramai berkumpul untuk menyambut kedatangan seorang Nabi dan Rasul yang terakhir hingga ada yang memanjat batang kurma dengan berteriak-teriak untuk menyaksikan kedatangan Rasulullah SAW. Tidak lama setelah itu datanglah sepupu majikannya dan dengan tidak sadar berkata "Celakalah Bani Kailah, mereka berkumpul di Kuba untuk menyambut seseorang dari Makkah yang mengatakan dirinya sebagai Nabi", Jantung Salman semakin berdegup kencang dan dia bertanya kepada sepupu majikannya, namun ia ditampar oleh mereka dan mengatakan "Uruslah pekerjaanmu dan jangan ikut-ikutan masalah ini". Namun akhirnya Salman tetap juga dapat perkabaran bahwa nabi itu adalah Muhammad SAW.
Pendeta yang ditemui Salman yang terakhir pernah berkata bahwa tanda-tanda kenabian itu ada dua, yaitu :
1. Dia tidak akan menerima shodaqoh
2. Ada tanda-tanda dibahunya sebelah belakang.
Salman tetap berusaha untuk menemui Nabi tersebut dengan menyelinap dari penjagaan majikannya dan Salman membawa makanan yang disebutnya sebagai shodaqoh dan ternyata nabi itu tidak mengambilnya, keesokan harinya Salman kembali membawa makanan yang mana kali ia sebut sebagai hadiah dan ternyata nabi itu mengambilnya, alangkah girangnya hati Salman dan sekarang tinggal satu langkah lagi yaitu tanda-tanda di bahunya.
Suatu hari ketika ada seorang sahabat yang meninggal dunia dan nabi itu datang untuk mengkebumikan, nabi itu dipandangi terus oleh Salman dan akhirnya Rasulullah SAW mengerti juga dan membuka sedikit baju yang dipakainya dan terlihatlah oleh Salman tulisan yang ada di bahu belakang Rasulullah (yang sering disebut dengan Khotamunnubuah), sepontan Salman membuka kalung Salib dari emas yang dipakainya dan langsung memeluk Rasulullah serta mengucapkan dua kalimah syahadat "Asyhadu Alla Ilaha Illalloh, Wa'asyhadu Annaka Muhammadarrosululloh". Selanjutnya Salman mengatakan kepada Rasulullah jika dia masih seorang budak Jahudi dan Rasulullah serta Sahabat yang lain akhirnya memerdekakan Salman Al Farisi. Terbayang oleh penulis ketika Rasulullah membuka bahunya seolah-olah berkata "Apa lagi yang kamu tunggu duhai Salman?, ini buktinya tanda-tanda kenabian saya jika itu yang kamu ragukan".
Demikianlah perjalanan seorang Majusi, yang kemudian menjadi Nasrani, hingga akhirnya menjadi seorang Muslim, Sahabat Rasulullah SAW yang terkenal ketika memberi saran kepada Rasulullah untuk membuat parit (khandaq) dalam Perang Ahzab (Khandaq) dan Rasulullah sendiri memberikan titel yang tinggi kepada Salman yaitu "Ahlul Bait" Ahli Rumah (Keluarga Rasulullah),
Wallohu A'lam -nst-

Senin, November 26, 2007

Pembukaan


Bismillahirrohmanirrohim,

Guna menambah posting dalam penulisan blog ini, Insya Allah kedepan akan diisi dengan pengajian-pengajian yang kami ikuti, baik pengajian yang lama yang masih ada dalam catatan kami ataupun pengajian-pengajian yang baru. Moga-moga pembaca tidak berpaling dari tulisan kami ini meski kami sangat yakin jika yang kami tulis ini tidaklah ada apa-apanya dan hanyalah sebatas tugas kita yaitu berda'wah sebab selama jasad masih dikandung badan tugas ini belumlah selesai.
.................. Pembukaan
Setelah sekitar dua bulan kita tidak mengadakan majelis taklim, yaitu semenjak memasuki bulan Ramadhan 1428 H dan sekarang sudah tanggal 15 Zulqo'dah sudah barang tentu ada sebagian dari pada pengajian-pengajian kita yang telah lampau yang mungkin terlupa dalam ingatan kita khususnya dalam bidang Tauhid, maka pada pengajian kali ini kita belum membuka kitab, tetapi sekedar selayang pandang mengenai perjalanan tauhid dimana belakangan ini marak terdengar adanya Nabi Palsu, dan hal ini tentu saja sangat erat kaitannya dengan Tauhid dimana kita Ummat Islam harus beriktikad bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir, Khotamil Anbiyai wal mursalin, Penutup daripada sekalian Nabi dan Rasul. Kedatangan nabi-nabi palsu ini sebenarnya bukanlah cerita baru sebaba sudah ada sejak zaman Rasulullah hingga sekarang ini dan beberapa diantaranya adalah orang Indonesia sendiri dari Musailamah Alkassab hingga Ahmad Musaddeq yang belakangan ini.
Yang disebut dengan beriman bukanlah hanya sekedar menghafal : Iman kepada Allah, MalaikatNya, KitabNya, RasulNya, hari Kiamat dan Qodho serta Qodar dari Allah SWT, seperti yang sering kita jumpai ditengah masyarakat dan khususnya bagi pengantin baru yang sudah barang tentu hafal akan yang demikian sebab memang dia menghafalnya ketika akan dinikahkan kalau tidak tentu saja nikah akan ditunda.
Yang disebut dengan beriman adalah Mengikrarkan dengan Lidah, Meyakini akan hati dan Melaksanakan dengan anggota badan. Beriman kepada Allah artinya Meyakini akan KeesaanNya, mengetahui betul sifat Yang Wajib, Mustakhil serta yang Harus bagiNya, guna untuk meneguhkan ke Imanan kita, mensyukuri semua pemberianNya, melaksanakan semua perintahNya dengan sekuasa kita dan seterusnya.

Beriman kepada Rasul artinya kita harus mengikuti semua sunnahnya

Selasa, November 20, 2007

Lebih Lanjut Tentang Niat


Haji (Antara Perintah dan Panggilan)


Pada minggu-minggu ini, saudara-saudara kita se aqidah sudah banyak yang berangkat menuju Baitullah dari segala penjuru dunia, semua ini tidak lain adalah untuk melaksanakan Rukun Islam yang terakhir yaitu "Ibadah Haji". Haji menjadi rukun Islam karena perintah Ibadah Haji sudah termaktub dalam Al-Qur'an dan Hadist Rasulullah SAW dengan persyaratan "Manistatho'a ilaihi sabila" Barang siapa yang sanggup untuk melaksanakan perjalanan kesana dengan kata lain : Sehat Jiwa dan Raga serta ada kesanggupan dalam hal materi (cukup ongkos dan biaya orang-orang yang kita tinggalkan yang menjadi tanggungan kita dalam hal ini adalah keluarga).
Meski Ibadah Haji adalah Rukun Islam namun penulis amati masih banyak juga saudara kita yang tidak mau untuk melaksanakan perintah tersebut dengan berbagai alasan klasik yang saya dengar, diantaranya :
  • Belum Ada Panggilan
  • Bukankah Panggilan untuk melaksanakan ibadah haji sudah ada sejak Al-Qur'an diturunkan? hingga Ibadah haji menjadi Rukun Islam?
  • Takut belum bisa menjadi seorang Haji
  • Sebenarnya tidak ada yang perlu ditakutkan, yang penting kita berusaha jika sepulangnya dari sana nanti amalan serta tingkah laku kita jauh lebih baik dibandingkan sebelum kita menjadi seorang Haji dan seminimalnya yang kita dapatkan kewajiban kita sudah gugur dan kita tidak termasuk orang yang melalaikan kewajiban disisi Allah SWT.
  • Takut nanti tidak bisa pulang lagi (mati)
  • Ketakutan seperti ini juga sangat tidak masuk akal, bukankah dimanapun kita berada jika ajal sudah datang malaikat maut akan tetap menjemput ? (lihat surah Al-Jum'ah ayat 8) "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka kematian itu akan menemui kamu..."
  • Tidak Bisa Membaca Qur'an / Bahasa Arab
  • Sebagian besar jamaah (khususnya Indonesia) tidaklah bisa berbahasa Arab, kita tinggal menghafal yang wajibnya saja dan tidak membutuhkan waktu yang lama (paling2 1 minggu sudah hafal). Dan bukankah setelah kembali nanti kita akan terpacu untuk belajar membaca al-qur'an karena kita sudah haji? Dan bukankah hal ini juga merupakan suatu kemajuan dalam kehidupan kita? Saya punya kawan yang sudah berumur 54 tahun, dan beliau sama-sekali tidak tahu huruf hijaiyah, namun berkat ketekunannya serta hidayah dari Allah SWT sekarang kawan saya tersebut sudah bisa membaca Al-Qur'an meski belum fasih betul.
  • Takut Akan Jatuh Miskin karena ongkos ke sana 30 jt
  • Yang ini susah untuk dibahas karena org ini perlu diberi pengertian dan pendalaman agama.

Berikut beberapa kisah yang penulis temui, moga2 jadi bahan untuk memacu semangat kita melaksanakan ibadah haji.

  1. Dikampung saya ada seorang guru mengaji yang hidupnya pas-pasan, tetapi niatnya untuk melaksanakan ibadah haji tetap tertanam dalam hati, hingga suatu saat dia dapat petunjuk untuk hijrah meninggalkan kampung kami dan pergi menjadi guru mengaji ke kampung Transmigrasi dan rupanya disana Allah SWT membukakan pintu rezeki baginya dan sekitar 4 tahun menjadi guru disana, maka jamaah sepakat untuk menyumbang dana guna ongkos beliau untuk naik haji, dan sekarang guru itu sudah menjadi haji.
  2. Disebuah Masjid di Pekanbaru saya menemui seorang Imam masjid yang pergi menunaikan haji juga karena urunan jamaahnya, dan dalam sambutannya ketika beliau mengadakan sedikit syukuran sebelum berangkat, maka beliaupun berkata : "Kalaulah dihitung dengan matematika maka saya ini tidaklah ada artinya", dan ketika bersalaman dengan beliau serta saya cium tangannya maka beliau langsung memeluk saya serta menangis dan berpesan kepada saya bahwa selama beliau melaksanakan ibadah baji, tolong bantu masjid ini agar jamaah tetap berjalan dan penulis mengiyakan sembari menagis juga. -nst-

Haji (Antara Perintah dan Panggilan)

Perintah untuk melaksanakan ibadah haji adalah Rukun Islam yang terakhir dan dasar untuk perintah ini termaktub dalam Al-Qur'an dan hadist nabi SAW dengan persyaratan yaitu "Manistatho'a ilaihi sabila", bagi siapa yang sanggup untuk melaksanakan perjalanan ke Baitullah : - Sehat Jasmani & Rohani

- Ada kesanggupan dalam hal materi.

Namun meski demikian sangat sering penulis dengar dari orang-orang lain yang secara materi sudah sanggup dan sehat jasmani dan rohani dan kebanyakan dari alasan yang mereka kemukakan adalah "Belum ada panggilan", padalah panggilan sudah ada sejak Al-Qur'an diturunkan, hal ini sebenarnya hanyalah sebuah alasan klasik untuk membenarkan pendapatnya. Lain halnya dengan Udin (kawan saya) beliau mengatakan belum siap untuk jadi ustad sekembalinya dari sana nanti, saya bilang kita tidak harus menjadi ustad namun perbaikan diri dari yang dahulu hingga kita disebut haji itupun sudah meningkatkan amalan namanya.

Selasa, November 06, 2007

Menuntut Ilmu

Tahun 1992, ketika penulis diberi hidayah oleh Allah SWT untuk kembali bisa melaksanakan perintahnya, maka penulis berusaha untuk sebanyak mungkin melaksanakan ibadah, baik yang wajib maupun yang sunat. Hingga pada Ramadhan tahun itu dan pada suatu ketika selesai sholat subuh dengan gagahnya saya berdiri dan sedikit rasa riya (karena yang lain pada duduk) untuk melaksanakan sholat Ba'diah. Kejadian ini berlangsung beberapa waktu kedepannya, hingga akhirnya saya mendapat ilmu tentang itu, bahwasanya tidak ada sholat sunat setelah sholat subuh kecuali sholat yang mempunyai sebab (misalnya : tahiyatul masjid, sholat dhuha, dst) kecuali di Masjidil Haram Makkah, maka sholat sunat tidak ada batasannya. Melihat persoalan tersebut diatas, maka semakin yakinlah kita bahwasanya Ilmu adalah merupakan pondasi dari segala amal perbuatan, tadinya bagi saya mungkin suatu perbuatan yang baik, orang lain yang memandang saya tertawa dan Allahpun tidak menerima.
Kejadian-kejadian seperti ini sering kita jumpai didalam kehidupan khususnya dalam masalah Fiqh, Suatu ketika saya menuju Pekanbaru dengan seorang bapak2 yang sudah lumayan tua dan ketika sampai di Sidempuan dan disaat maghrib tiba saya menjamak Sholat Maghrib dan Isya dan saya lihat bapak tersebut tidak sholat dan saya bertanya akhirnya dia menjawab : Saya tadi sudah mengQodho solat maghrib di waktu ashar tadi. Dan ketika ada pengajian dikampung saya barulah dia bertanya alm. kepada guru saya dan diterangkan oleh beliau bahwa tidak ada Qodho sebelum masuk waktu dan sebaiknya sholat tersebut adalah di Jamak takdim atau Jamak Takhir.
Kadang ada orang yang mashbuk (terlambat datang berjamaah) tidak menambah kekurangan sholatnya ataupun tidak mengetahui batas yang harus ditambah dan dikurangi.
Yang lebih Fatal (masalah Tauhid), ada seorang kawan saya yang mengatakan bahwa semua Agama didunia ini sama, dengan dalil semuanya menuju kepasar, hanya saja lewat jalan yang berlainan. Nauzu billah min dzalik
Untuk itu kepada kaum Muslimin sekalian marilah kita sama-sama menuntut ilmu supaya kita bisa beramal dengan baik di dunia ini, moga2 Allah SWT mengampuni dosa dan kesalahan-kesalahan kita dimasa lalu.

Senin, November 05, 2007

Jumat, November 02, 2007

Tafaqqur (Tasauf-6)

Didalam Agama Islam, kita sekalian dalam hidup ini diwajibkan / disuruh untuk tafaqqur / berfikir, karena dengan banyak berfikir akan mendatangkan 2 (dua) ilmu yang sangat bermanfaat, yaitu :
  1. Kita bisa mengambil iktibar bahwa semua yang kita saksikan dalam alam ini akan binasa. Dengan bahasa lain kita akan melihat bahwa alam ini adalah Baharu, dan hal ini dapat kita saksikan pada perubahan / pertukaran bentuk dan kejadian makhluk dan dengan demikian kita akan mengambil kesimpulan bahwasanya "Setiap setiap yang berubah adalah Baharu".
  2. Dengan banyak berfikir dan membaca alam ini semakin tumbuh rasa Cinta kepada PenciptaNya, contoh : Kita melihat diri kita yang sekarang, membandingkan dengan yang dahulu ataupun mereka-reka bentuk kita nanti pada saat tua bahkan setelah kita nanti menghadap Allah SWT (mati).

Hal-hal yang harus kita fikirkan antara lain :

  • Tuhanmu (dengan segala kebenaranNya).
  • Dirimu
  • Dan lain-lain di alam jagad ini

Kita diwajibkan untuk menghafal dan mengkaji semua Sifat Allah asal tidak mengkaji Zat (IzzatiNya) sebab jalan kesana tidak akan dibukakan oleh Allah SWT kepada kita dengan kata lain otak manusia tidak akan sampai kesana dan hal ini (Pengetahuan akan Zat Allah) akan dibatasi oleh sifatnya yang 4 (empat), yaitu : Mukholafatuhu Lil Hawadist. Seandainya ada seseorang yang mengatakan akan hal itu, maka yang dikatakannya itu adalah dusta. Selain dari Zat Allah SWT (alam dan segala isinya) boleh kita fikirkan / pelajari, misalnya pergantian siang dan malam, tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang ada dialam ini adalah merupakan bahan daripada Tafaqqur.

Dengan mempelajari akan diri kita, maka kitapun akan tahu dengan sendirinya Tuhan kita dimana Rasulullah SAW bersabda : "Siapa yang tahu akan dirinya, maka kenallah ia akan Tuhannya". Pendahulu-pendahu kita (Dari para Rasul, sahabat, Tabi'it Tabi'in, Tabi'in dst) selalu memnyempatkan diri untuk berfikir, dan dengan berfikir itu akan menimbulkan dua hal yang sangat berguna bagi kehidupan manusia ini :

  • - Lajunya Otak
  • - Menerangi Hati

Dalam Surah Ali Imran dapat kita lihat orang-orang yang ber Tafaqqur :

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
192. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.
193. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", Maka Kamipun beriman. Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.

Wallohu A'lam

Kamis, November 01, 2007

Niat Iklash dan Sir (3)

Setiap amalan yang kita kerjakan hendaklah dimulai dengan niat, sebab jika terlupa niat diawal amalan maka yang kita kerjakan dianggap kosong (nol).
Contoh :
Mandi Junub : Jika kita lupa membaca niat dalam pelaksanaan mandi Junub, maka yang dibasuh sebelum niat tidak terhitung (tidak di-iktibarkan) dan harus diulang.

Berjalan Menuju Masjid : Jika kita berjalan menuju Masjid, maka yang dihitung ibadah adalah setelah niat kita ikrarkan, yaitu menuju Masjid untuk beramal. Maka dari itu mulailah Niat sebelum amal sebab meski belum terlaksana jika masih ada niat tetap akan dicatat dengan satu kebaikan.

Riwayat :

Ada seorang murid yang mengunjungi ulama dengan Niat jika mendapat Ilmu akan selalu mengamalkan ilmunya siang dan malam Lillahi Ta'ala. Pada suatu ketika dia mendengar suara gaib "Engkau sudah masuk kedalam hajatmu, laksanakanlah sekuasamu dengan cita-cita jalan terus dan jika nanti terhalang oleh sesuatu, maka serupalah engkau dengan beramal". Sebiji zarrah amal batin lebih berharga daripada sebesar gunung amal zhohir (jika tidak disertai dengan niat).

Dimanakah letaknya niat? Niat terjepit diantara Ilmu dan Amal, Jika Ilmu adalah mukaddimahnya, maka Niat adalah pondasinya dan Amal adalah Ma'mumnya. Setiap pekerjaan yang Wajib, sunat dan Harus hendaknya senantiasalah kita pakai niat, semoga amal kita diterima disisi Allah SWT. Wallohu A'lam (bersambung)