ﻪﺘ ﺎﮐﺮﺒﻮ ﷲ ﺔﻤﺤﺮﻮ ﻢﻜﻴﻟﻋ ﻢﻼﺴﻟﺍ

Selamat Datang di http://nasutions.blogspot.com/
Blog ini hanyalah bersifat pribadi dan dibuat juga sekedar iseng sambil belajar, jadi sangatlah wajar jika isinya hanya sebatas ilmu penulis yang sangat sedikit. Semua ini hanya mengisi waktu luang disamping kesibukan bekerja dan dorongan kewajiban untuk berda'wah meski hanya satu ayat, mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca dan penulisnya, Amin ya Arhamarrohimin.
"Saran serta kritik membangun sangat kami harapkan dari pengunjung".
Hak Cipta Sepenuhnya milik Allah SWT, Wassalam.

Rabu, Desember 09, 2009

SELAMAT TAHUN BARU ISLAM
1 MUHARRAM 1431 H
Moga-moga Allah SWT memberikan Rahmat dan Karunianya kepada kita bersama untuk
dapat lebih baik di Tahun-tahun yang akan datang
Amin Ya Robbal Alamin,
Admin

Minggu, Desember 14, 2008

Pasal Pada Menerangkan Tentang Taubat

Adalah anak-anak Adam itu selalu dikelilingi oleh Dosa, diam ada dosanya, bergerak ada dosanya, sendiri ada dosa, beramai-ramai juga ada dosanya. Maka sebaik-baik manusia adalah orang selalu bertaubat akan dosa-dosa yang dia kerjakan. Dalam bahasa yang lain, jika kita terlanjurn terlibat dalam dosa, maka segeralah bertaubat sebagaimana rasulullah SAW bersabda : Segeralah Sholat sebelum habis waktu dan segeralah bertaubat sebelum Mati. Juga Rasulullah SAW bersabda : "Ada tiga hal yang tidak boleh di tunda, yang pertama Menikahkan Anak, Menyelenggarakan Jenazah dan Yang Ketiga adalah Bertaubat.
Dan Karena Kematian yang pasti akan datang menjemput kita sekalian adalah Rahasia Allah SWT, maka tidak ada seorangpun yang tahu akan datangnya kematian itu.
Rukun Taubat Ada 3 (tiga Perkara) :
- Meninggalkan dosa yang dikerjakan dengan Ikhtiar
- Menyesali perbuatan yang dikerjakan
- Tidak kembali lagi dia kepada dosanya sekali-kali (Putus) dan dibarengi dengan Lillahi Ta'ala.
Semisal meninggalkan Sholat, maka sejak kita bertaubat itu senantiasalah mengerjakan sholat dan Qodholah semua sholat yang ditinggalkan

Rabu, Desember 10, 2008

Resep Hidup Bahagia

Kiriman Shohib : Eddi
E-Mail : edirhn@jkt.newship.co.id

Seandainya kita bertanya kepada orang-orang di sekeliling kita dari berbagai agama, bangsa, profesi dan status sosial tentang cita-cita mereka hidup di dunia ini tentu jawaban mereka sama “kami ingin bahagia”. Bahagia adalah keinginan dan cita-cita semua orang. Orang mukmin ingin bahagia demikian juga orang kafir pun ingin bahagia. Orang yang berprofesi sebagai pencuri pun ingin bahagia dengan profesinya. Melalui kegiatan menjual diri, seorang pelacur pun ingin bahagia. Meskipun semua orang ingin bahagia, mayoritas manusia tidak mengetahui bahagia yang sebenarnya dan tidak mengetahui cara untuk meraihnya. Meskipun ada sebagian orang merasa gembira dan suka cita saat hidup di dunia akan tetapi kecemasan, kegalauan dan penyesalan itu merusak suka ria yang dirasakan. Sehingga sebagian orang selalu merasakan kekhawatiran mengenai masa depan mereka. Terlebih lagi ketakutan terhadap kematian.
Allah berfirman dalam surat Al Jumu’ah ayat 8:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al Jumu’ah: 8)
Banyak orang yang beranggapan bahwasanya orang-orang barat adalah orang-orang yang hebat. Mereka beranggapan bahwasanya orang-orang barat hidup penuh dengan kebahagiaan, ketenteraman dan ketenangan. Tetapi fakta berbicara lain, realita di lapangan menunjukkan bahwa secara umum orang-orang barat itu hidup penuh dengan penderitaan. Hal ini dikuatkan dengan berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh orang-orang barat sendiri tentang kasus pembunuhan, bunuh diri dan berbagai tindakan kejahatan yang lainnya, namun ada sekelompok manusia yang memahami hakikat kebahagiaan bahkan mereka sudah menempuh jalan untuk mencapainya. Merekalah orang-orang yang beriman kepada Allah. Mereka memandang kebahagiaan itu terdapat dalam sikap taat kepada Allah dan mendapat ridho-Nya, menjalankan perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Boleh jadi di antara mereka yang tidak memiliki kebutuhan pokoknya setiap harinya, akan tetapi dia adalah seorang yang benar-benar bahagia dan bergembira bagaikan pemilik dunia dan segala isinya.
Allah berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya iti dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)
Jika mayoritas manusia kebingungan mengenai jalan yang harus ditempuh menuju bahagia maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mukmin. Bagi seorang mukmin jalan kebahagiaan sudah terpampang jelas di hadapannya. Cita-cita agar mendapatkan kebahagiaan terbesar mendorongnya untuk menghadapi beragam kesulitan.
Terdapat berbagai keterangan dari wahyu Alloh sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwasanya dirinya sudah berada di atas jalan yang benar dan tepat Allah berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’aam: 153)
Jika di antara kita yang bertanya bagaimanakah yang dirasakan bagi orang-orang yang bahagia dan orang-orang yang celaka maka Allah sudah memberikan jawaban dengan firman-Nya:
فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّمَاشَآءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَاشَآءَ رَبُّكَ عَطَآءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS. Hud: 106-108)
Jika di antara kita yang bertanya-tanya bagaimanakah cara untuk menjadi orang yang berbahagia, maka Alloh sudah memberikan jawabannya dengan firman-Nya,
ٌّفَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَيَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thoha: 123-124)
Dan juga dalam firman-Nya,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Kebahagiaan seorang mukmin semakin bertambah ketika dia semakin dekat dengan Tuhannya, semakin ikhlas dan mengikuti petunjuk-Nya. Kebahagiaan seorang mukmin semakin berkurang jika hal-hal di atas makin berkurang dari dirinya.
Seorang mukmin sejati itu selalu merasakan ketenangan hati dan kenyamanan jiwa. Dia menyadari bahwasanya dia memiliki Tuhan yang mengatur segala sesuatu dengan kehendak-Nya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh menakjubkan keadaan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Demikian itu tidak pernah terjadi kecuali untuk orang-orang yang beriman. Jika dia mendapatkan kesenangan maka dia akan bersyukur dan hal tersebut merupakan kebaikan untuknya. Namun jika dia merasakan kesusahan maka dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan untuk dirinya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Inilah yang merupakan puncak dari kebahagiaan. Kebahagiaan adalah suatu hal yang abstrak, tidak bisa dilihat dengan mata, tidak bisa diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak bisa dibeli dengan rupiah maupun dolar. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh seorang manusia dalam dirinya. Hati yang tenang, dada yang lapang dan jiwa yang tidak dirundung malang, itulah kebahagiaan. Bahagia itu muncul dari dalam diri seseorang dan tidak bisa didatangkan dari luar.
Tanda Kebahagiaan
Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu ada 3 hal. 3 hal tersebut adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat. Seorang hamba sama sekali tidak pernah bisa terlepas dari 3 hal tersebut:
1. Syukur ketika mendapatkan nikmat.
Seorang manusia selalu berada dalam nikmat-nikmat Allah. Meskipun demikian, ternyata hanya orang berimanlah yang menyadari adanya nikmat-nikmat tersebut dan merasa bahagia dengannya. Karena hanya merekalah yang mensyukuri nikmat, mengakui adanya nikmat dan menyanjung Zat yang menganugerahkannya. Syukur dibangun di atas 5 prinsip pokok:
Ketundukan orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat.
Rasa cinta terhadap yang memberi nikmat.
Mengakui adanya nikmat yang diberikan.
Memuji orang yang memberi nikmat karena nikmat yang dia berikan.
Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak disukai oleh yang memberi nikmat.
Siapa saja yang menjalankan lima prinsip di atas akan merasakan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika lima prinsip di atas tidak dilaksanakan dengan sempurna maka akan menyebabkan kesengsaraan selamanya.
2. Sabar ketika mendapat cobaan.
Dalam hidup ini di samping ada nikmat yang harus disyukuri, juga ada berbagai ujian dari Allah dan kita wajib bersabar ketika menghadapinya. Ada tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa disebut orang yang benar-benar bersabar.
Menahan hati untuk tidak merasa marah terhadap ketentuan Allah.
Menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk.
Menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di benarkan ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.
Inilah tiga rukun kesabaran, jika kita mampu melaksanakannya dengan benar maka cobaan akan berubah menjadi sebuah kenikmatan.
3. Bertaubat ketika melakukan kesalahan.
Jika Allah menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Allah akan memberikan taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan-Nya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, ada seorang ulama salaf mengatakan: “Ada seorang yang berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada juga orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka.” Banyak orang bertanya kepada beliau, bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?, lantas beliau menjelaskan: “Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa tersebut selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan malu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan dosa-dosa tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai bentuk ketaatan, Karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba. Sebaliknya ada juga yang berbuat kebaikan, akan tetapi kebaikan ini selalu dia sebut-sebut di hadapan Allah. Orang tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri disebabkan kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan ’saya sudah berbuat demikian dan demikian’. Ternyata kebaikan yang dia kerjakan menyebabkan timbulnya ‘ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang lain. Hal-hal ini merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba. Jika Allah masih menginginkan kebaikan orang tersebut, maka Allah akan memberikan cobaan kepada orang tersebut untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya. Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka Allah biarkan orang tersebut terus menerus pada kesombongan dan ‘ujub. Jika ini terjadi, maka kehancuran sudah berada di hadapan mata.”
Al Hasan al-Bashri mengatakan, “Carilah kenikmatan dan kebahagiaan dalam tiga hal, dalam sholat, berzikir dan membaca Al Quran, jika kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak kalian dapatkan dalam tiga hal itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah tertutup bagimu.”
Malik bin Dinar mengatakan, “Tidak ada kelezatan selezat mengingat Allah.”
Ada ulama salaf yang mengatakan, “Pada malam hari orang-orang gemar sholat malam itu merasakan kelezatan yang lebih daripada kelezatan yang dirasakan oleh orang yang bergelimang dalam hal yang sia-sia. Seandainya bukan karena adanya waktu malam tentu aku tidak ingin hidup lebih lama di dunia ini.”
Ulama’ salaf yang lain mengatakan, “Aku berusaha memaksa diriku untuk bisa sholat malam selama setahun lamanya dan aku bisa melihat usahaku ini yaitu mudah bangun malam selama 20 tahun lamanya.”
Ulama salaf yang lain mengatakan, “Sejak 40 tahun lamanya aku merasakan tidak ada yang mengganggu perasaanku melainkan berakhirnya waktu malam dengan terbitnya fajar.”
Ibrahim bin Adham mengatakan, “Seandainya para raja dan para pangeran mengetahui bagaimana kebahagiaan dan kenikmatan tentu mereka akan berusaha merebutnya dari kami dengan memukuli kami dengan pedang.” Ada ulama salaf yang lain mengatakan, “Pada suatu waktu pernah terlintas dalam hatiku, sesungguhnya jika penghuni surga semisal yang kurasakan saat ini tentu mereka dalam kehidupan yang menyenangkan.”
Imam Ibnul Qoyyim bercerita bahwa, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: ‘Sesungguhnya dalam dunia ini ada surga. Barang siapa belum pernah memasukinya maka dia tidak akan memasuki surga diakhirat kelak.’” Wallahu a’laam.

Sabtu, November 01, 2008

Kiriman dari Shohib : "Eddi"
Pada masa sekarang ini, di mana banyak diantara kaum muslimin yang sudah sangat menyepelekan masalah aqidah shahihah yang merupakan masalah paling pokok dalam agama ini, maka akan kita dapati dua jawaban yang batil dan kufur dari pertanyaan “Dimana Alloh?”. Yang pertama mereka yang mengatakan bahwasanya Alloh ada dalam diri setiap kita? Dan kedua yaitu yang mengatakan Alloh ada di mana-mana atau di segala tempat?
Seorang Budak Pun Tahu Dimana Alloh
Ketahuilah wahai Saudaraku, pertanyaan “Dimana Alloh?” adalah pertanyaan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada seorang budak perempuan kepunyaan Mu’awiyah bin Hakam As Sulamiy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya. “Beliau bertanya kepada budak perempuan itu, ‘Dimanakah Alloh?’ Jawab budak perempuan, ‘Di atas langit’ Beliau bertanya lagi, Siapakah aku? Jawab budak perempuan, ‘Engkau adalah Rosululloh’, Beliau bersabda, ‘Merdekakan dia! Karena sesungguhnya dia seorang mu’minah (perempuan yang beriman)’.” (HR. Muslim dan lainnya)
Maka perhatikanlah dengan seksama masyarakat tersebut, yang mana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berjihad bersama mereka, aqidah mereka sempurna (merata) hingga pada para penggembala kambing sekalipun, yang mana perjumpaan (pergaulan) mereka dengan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam sangat sedikit, seperti penggembala kambing ini. Kemudian bandingkanlah dengan realita kaum muslimin sekarang ini, niscaya akan kita dapatkan perbedaan yang sangat jauh.
Keyakinan di mana Alloh termasuk masalah besar yang berkaitan dengan sifat-sifat-Nya yaitu penetapan sifat Al-’Uluw (sifat ketinggian Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwa Dia di atas seluruh mahluk), ketinggian yang mutlak dari segala sisi dan penetapan Istiwa’ (bersemayam)-Nya di atas Al-’Arsy, berpisah dan tidak menyatu dengan makhluk-Nya sebagaimana yang diyakini oleh kaum Wihdatul Wujud, yang telah dikafirkan oleh para ulama kita yang dahulu dan sekarang. Dan dalil-dalil yang menunjukkan penetapan sifat ini sangatlah banyak, sangat lengkap dan jelas, baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijma’, akal dan fitrah sehingga para ulama menganggapnya sebagai perkara yang bisa diketahui secara mudah oleh setiap orang dalam agama yang agung ini.
Dalil-Dalil Al Qur’an
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “(Robb) Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (Thoha: 5). Dan pada enam tempat dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, “Kemudian Dia Istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy.” (Al-A’raf: 54). ‘Arsy adalah makhluk Alloh yang paling tinggi berada di atas tujuh langit dan sangat besar sekali sebagaimana diterangkan Ibnu Abbas, “Dan ‘Arsy tidak seorang pun dapat mengukur berapa besarnya.” (Dikeluarkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, sanadnya Shahih). Ayat ini jelas sekali menunjukkan ketinggian dan keberadaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala di atas langit serta menutup jalan untuk meniadakan atau menghilangkan sifat ketinggian-Nya atau mentakwilkannya. Para ulama Ahlus Sunnah pun sepakat bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala ber-istiwa’ di atas ‘Arsy-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya tanpa mempertanyakan bagaimana cara/kaifiyat istiwa’-Nya. Dan perlu diketahui bahwa penetapan sifat ini sama dengan penetapan seluruh sifat Alloh yang lainnya, yaitu harus berjalan di atas dasar penetapan sifat Alloh sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya tanpa ada penyerupaan sedikitpun dengan makhluk-Nya.
Dalil-Dalil As Sunnah
Adapun dalil-dalil dari As-Sunnah juga sangat banyak, di antaranya adalah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Tidakkah kalian percaya padaku sedangkan aku adalah kepercayaan Yang berada di atas langit. Datang kepadaku wahyu dari langit di waktu pagi dan petang.” (HR. Bukhori-Muslim). Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Rahman, sayangilah siapa saja yang ada di bumi niscaya kalian akan disayangi oleh Yang berada di atas langit.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Imam Al-Albani). Begitu pula dengan hadits pertanyaan Rosululloh kepada budak perempuan yang telah disebutkan di atas. Imam Adz-Dzahabi berkata setelah membawakan hadits budak perempuan di atas, “Demikianlah pendapat kami bahwa setiap orang yang ditanyakan di manakah Alloh, dia segera menjawab dengan fitrahnya, ‘Alloh di atas langit!’ Dan di dalam hadits ini ada dua perkara yang penting; Pertama disyariatkannya pertanyaan, ‘Dimana Alloh?’ Kedua, disyariatkannya jawaban yang ditanya, ‘Di atas langit’. Maka siapa yang mengingkari kedua perkara ini maka sesungguhnya dia mengingkari Al-Musthofa shollallohu ‘alaihi wa sallam“. (Mukhtashor Al-’Uluw)
Akan tetapi realita kaum muslimin sekarang amat sangat memprihatinkan. Pertanyaan ini justeru telah menjadi sesuatu yang ditertawakan dan jarang dipertanyakan oleh sebagian jama’ah-jama’ah dakwah di zaman ini? Ataukah justru pertanyaan ini telah menjadi bahan olok-olokan semata? Ataukah kaum muslimin sekarang ini telah memahami pentingnya berhukum dengan hukum yang diturunkan Alloh, meskipun mereka menyia-nyiakan hak Alloh? Maka kapankah Alloh akan mengizinkan untuk melepaskan, membebaskan dan memerdekakan kita dari orang-orang kafir yang menghinakan dan merendahkan kita sebagaimana telah dibebaskannya seorang wanita dari hinanya perbudakan setelah ia mengenal dimana Alloh?
Konsekuensi Jawaban yang Keliru
Alangkah batilnya orang yang yang mengatakan bahwasanya Alloh berada di setiap tempat atau Alloh berada di mana-mana karena konsekuensinya menetapkan keberadaan Alloh di jalan-jalan, di pasar bahkan di tempat-tempat kotor dan berada di bawah makhluk-Nya. Kita katakan kepada mereka, “Maha Suci Alloh dari apa-apa yang mereka sifatkan.” (Al-Mu’minun: 91). Dan sama halnya juga dengan orang yang mengatakan bahwasanya Alloh ada dalam setiap diri kita (??) karena konsekuensinya Alloh itu banyak, sebanyak bilangan makhluk? Maka aqidah seperti ini lebih kufur daripada aqidahnya kaum Nashrani yang mengakui adanya tiga tuhan (trinitas). Lebih-lebih lagi mereka yang mengatakan bahwa Alloh tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan, tidak di kiri, tidak di depan, tidak di belakang karena hal ini berarti Alloh itu tidak ada (??) maka selama ini siapa Tuhan yang mereka sembah? Adapun orang yang “diam” dengan mengatakan, “Kami tidak tahu Dzat Alloh di atas ‘Arsy atau di bumi” mereka ini adalah orang-orang yang memelihara kebodohan. Karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mensifatkan diri-Nya dengan sifat-sifat yang salah satunya adalah bahwa ia istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy-Nya supaya kita mengetahui dan menetapkannya. Oleh karena itu “diam” darinya dengan ucapan “Kami tidak tahu” nyata-nyata telah berpaling dari maksud Alloh. Pantaslah jika Imam Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berfaham demikian, tentunya setelah ditegakkan hujjah atas mereka.
Dalil Fitrah
Sebenarnya tanpa adanya dalil naqli tentang keberadaan Alloh di atas, fitrah kita sudah menunjukkan hal tersebut. Lihatlah jika manusia berdo’a khususnya apabila sedang tertimpa musibah, mereka menengadahkan wajah dan tangan ke langit sementara gerakan mata mereka ke atas mengikuti isyarat hatinya yang juga mengarah ke atas. Maka siapakah yang mengingkari fitrah ini kecuali mereka yang telah rusak fitrahnya? Bahkan seorang artis pun ketika ditanya tentang kapan dia mau menikah maka dia menjawab, “Kita serahkan pada Yang di atas!” Maka mengapa kita tidak menjawab pertanyaan “Dimana Alloh?” dengan fitrah kita? Dengan memperhatikan kenyataan ini, lalu mengapa kita lebih sibuk menyatukan suara kaum muslimin di kotak-kotak pemilihan umum sementara hati-hati mereka tidak disatukan di atas aqidah yang shahih? Bukankah persatuan jasmani tidak akan terwujud bilamana ikatan hati bercerai-berai? Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kamu mengira mereka itu bersatu, padahal hati-hati mereka berpecah-belah.” (Al-Hasyr: 14). Hanya kepada Alloh-lah kita memohon perlindungan.

Jumat, Oktober 10, 2008

Bagi Yang Masih Memiliki Hati Nurani

Kiriman dari Sohib : "eddie"
Pembaca yang budiman, sesungguhnya apabila kita cermati perkembangan kondisi masyarakat negeri ini di era globalisasi sekarang, perasaan prihatin dan iba tentu seolah tak kunjung henti menghinggapi hati. Kemajuan teknologi yang pada mulanya merupakan kenikmatan yang Allah berikan kepada umat manusia, kini telah berubah menjadi bumerang dan senjata penghancur moral generasi. Musibah ini semakin bertambah parah dan menjadi-jadi tatkala perusakan moral ini telah dibungkus dengan kedok seni dan kebebasan berkreasi.Tengoklah beberapa tahun yang silam sebelum menjamurnya VCD dan perluasan jaringan internet ke berbagai lini. Saat itu kita mungkin masih menemukan segerombolan pemuda ingusan yang begitu doyan membaca tabloid yang menampilkan gambar-gambar tak sopan. Namun, saat ini fenomena semacam itu mulai jarang kita temui. Bukan karena hobi maksiat dan kesukaan mengumbar nafsu telah hilang, namun hobi itu kini telah menemukan sarana baru yang lebih mengerikan dan lebih mengikis keimanan. VCD dan tontonan-tontonan tak sopan telah tersaji di tempat-tempat umum. Begitu pula televisi, pada hari ini mayoritas tayangan televisi telah menjadi ramuan racun yang siap membunuh hati nurani penontonnya secara perlahan dan mematikan.
Perintah Menundukkan Pandangan
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada lelaki yang beriman agar menundukkan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan-kemaluan mereka. Itulah yang lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa pun yang kalian kerjakan. Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman agar menundukkan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan-kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak darinya, hendaknya mereka juga menutupkan kain kerudung mereka di atas dada-dadamereka…” (QS. An-Nuur: 30-31)
Ayat yang mulia ini menunjukkan perintah Allah kepada para lelaki dan perempuan yang beriman agar menundukkan pandangan dari lawan jenis yang bukan mahramnya. Kalaupun melihatnya secara tidak sengaja maka hendaknya segera memalingkan pandangannya. Jarir bin Abdullah Al-Bajali pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan tiba-tiba/tak sengaja, “Maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandangan mataku.” (HR. Muslim)
Menundukkan pandangan merupakan salah satu adab bagi orang yang berada di tepi jalan. Dari Abu Sa’id, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah duduk-duduk di pinggir jalan!” Mereka (para sahabat) mengatakan, “Wahai Rasulullah, kami tidak bisa meninggalkan majelis tempat kami berkumpul yang kami biasa berbincang-bincang di sana.” Maka Nabi mengatakan, “Kalau kalian tidak bisa, maka tunaikanlah hak jalan.” Mereka pun bertanya, “Apakah haknya jalan wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Menahan pandangan, tidak mengganggu, memerintahkan yang ma’ruf, dan melarang yang mungkar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjaga pandangan akan memelihara hati dari kotoran. Oleh sebab itu Allah menyatakan bahwa menundukkan pandangan itu, “Itulah yang lebih suci bagi mereka.” Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan, “Hal itu akan lebih membersihkan hati mereka dan menjaga kesucian agama mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Keindahan Syari’at Islam
Apabila kita mencermati ayat di atas dengan baik, maka di dalamnya banyak terkandung hikmah yang menunjukkan betapa indah syari’at Islam ini. Diantaranya adalah:
Allah mewajibkan bagi laki-laki dan perempuan yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka.
Kaum perempuan wajib menutupi perhiasan mereka dan menutupi tempat-tempat meletakkan perhiasan itu, selain bagian tertentu yang memang sulit untuk disembunyikan karena adanya kepentingan (lihat tiga faidah ini dalam Aisar At-Tafasir)
Yang dimaksud menundukkan pandangan bagi lelaki adalah agar mereka menahan pandangan dari memandangi aurat, perempuan asing/bukan mahram, atau amrad (lelaki muda yang belum tumbuh jenggotnya atau memiliki wajah seperti perempuan) karena dikhawatirkan timbul fitnah/godaan nafsu akibat memandangi mereka.
Barangsiapa yang menjaga pandangan dan kemaluannya dari hal-hal yang diharamkan maka dia akan mendapatkan kesucian dan terbebas dari kotoran-kotoran perbuatan keji yang biasa melekat pada para pecandu maksiat (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman)
Buruknya Gaya Hidup ala Barat
Setelah kita memahami keindahan syari’at Islam yang menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan dengan adanya syari’at menundukkan pandangan dan mengenakan jilbab, maka kita akan bisa dengan tegas menyatakan betapa buruknya gaya hidup ala barat (baca: ala binatang) yang banyak diobral di media cetak maupun elektronik (layar kaca) yaitu dengan menampilkan para perempuan dengan dandanan dan pakaian yang tidak menutup aurat.
Sehingga akan bisa kita simpulkan bahwa gaya hidup semacam itu merupakan:
Pembangkangan terhadap perintah Allah, padahal Allah adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan dan memberikan rezeki kepada kita, yang menghidupkan dan mematikan kita. Alangkah besar kedurhakaan para penyeru kebebasan perempuan untuk mengobral aurat di layar-layar kaca kepada Rabb mereka!
Kaum perempuan yang ikut serta menjadi fotomodel atau artis film/sinentron/iklan yang jelas-jelas ikut memamerkan aurat di hadapan khalayak telah jelas-jelas mengabaikan kewajiban mereka untuk menutup aurat. Alangkah jelek perbuatan mereka, mereka rela menjual harga diri dan kehormatan mereka demi mendapatkan sepeser dunia dan kenikmatan yang semu dan pasti sirna!
Orang-orang yang ikut serta menyebarkan gambar-gambar atau film-film semacam ini atau bahkan menjadikannya sebagai profesi dan hobinya pada hakikatnya secara tidak langsung telah menuduh Allah tidak bijaksana dan berlaku aniaya kepada kaum perempuan, atau bahkan mereka menganggap Allah dan Rasul-Nya mengekang kebebasan hak asasi kaum perempuan! Aduhai, siapakah yang lebih tahu: Allah yang menciptakan mereka, ataukah mereka yang tidak mengerti tentang hikmah-Nya?!
Orang-orang yang tergoda dan terseret dalam gaya hidup semacam itu telah menodai kesucian dan kehormatan dirinya. Padahal dengan menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan itulah sebenarnya kesucian dan kehormatan mereka akan terjaga. Maka kalau mereka mengatakan, “Yang penting kan hati. Asal hati kita baik, niat kita baik, dalam rangka mensyukuri kenikmatan yang Allah berikan kepada perempuan kan tidak mengapa?” Jawabnya adalah di dalam ayat ini Allah menegaskan kebersihan hati itu akan didapatkan dengan menjaga pandangan dan kemaluan, maka kita tanyakan kepada mereka, “Bagaimanakah caranya kita bisa menjaga pandangan dan kemaluan jika kaum perempuan justru dengan sukarela mengobral aurat di media-media massa?!” Aduhai, siapakah di antara kita yang telah kehilangan hati nuraninya? Bagaimana mungkin akan kita bela pornografi dan pornoaksi dengan alasan hak asasi dan kebebasan berkreasi dan karya seni?! Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan…
Saudara-saudaraku, bulan puasa telah mengajari kita untuk meninggalkan hal-hal yang pada asalnya boleh dinikmati di hari-hari biasa. Makan, minum, dan berhubungan suami-isteri bagi yang berhak melakukannya. Sekarang tatkala bulan Ramadhan akan habis, akankah kita melupakan hikmah yang agung ini dari jantungkehidupan kita; bahwa kita meninggalkan itu semua karena Allah ta’ala memerintahkan kita, walaupun kita menyukainya. Maka bagaimana lagi jika sesuatu yang kita sukai adalah hal-hal yang haram dan mendatangkan murka Rabb pencipta dan penguasa jagad raya? Akankah kita terus melestarikannya dengan alasan demi membela hak asasi manusia menghormati kreatifitas seni dan seabrek alasan-alasan kosong lainnya?!
Wahai manusia-manusia yang masih memiliki hati nurani; tidakkah kalian ingat bahwa kalian dulu bukan apa-apa. Kalian dulu belum terlahir di alam dunia ini. Namun lihatlah; tatkala kalian telah menikmati berbagai rezeki dari-Nya dan kalian pun menjadi dewasa, bertubuh kuat, berharta dan berkedudukan maka dengan ringannya kalian durhakai Rabb kalian; yang setiap hari mencurahkan nikmat-Nya yang tak terhitung kepada kalian? Akankah kalian akan bertahan di atas kebodohan semacam ini… Bertaubatlah kepada Rabb kalian, sebelum datangnya hari ditampakkannya kesalahan-kesalahan, hari yang dahsyat dan mengguncangakan alam semesta… hari di mana penyesalan dan seluruh kekayaan dunia tidak lagi berharga di sisi-Nya. Marilah memohon ampunan dan taufik dari-Nya agar hati kita kembali bersih dan bisa menghadap-Nya nanti dalam suasana suka cita. Laa haula wa laa quwwata illa billaah!